Penerimaan daerah dari Sumber Daya Alam (SDA) belum memberikan dampak optimal terhadap kesejahteraan masyarakat di Kutai Kartanegara. Kekayaan SDA yang melimpah dari sektor pertambangan baik migas maupun minerba, bukan menjadi nilai tambah bagi kesejahteraan, justru menyebabkan kemiskinan terutama di daerah-daerah sekitar tambang.

Kukar merupakan kabupaten yang memiliki APBD terbesar di Indonesia. Sumber penerimaan APBD terbesar berasal dari DBH SDA mencapai 74% dari total penerimaan daerah. Artinya, APBD Kabupaten Kutai Kertanegara sangat tergantung dengan penerimaan DBH SDA.

PWYP Indonesia menelaah fenomena ini lebih jauh dengan mengembangkan penelitian mengenai efektifitas pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam (SDA) terhadap penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Kutai Kartanegara menjadi salah satu wilayah yang menjadi daerah studi kasus penelitian tersebut, sehingga diselenggarakan Diskusi Grup Terfokus bersama pemerintah daerah dan warga sekitar tambang di Kukar 29-30 September lalu.

Peneliti Kebijakan Ekonomi PWYP Indonesia Wiko Saputra mengatakan tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektifitas DBH–SDA terhadap penanggulangan kemiskinan di Indonesia, mempelajari kebijakan pengelolaan DBH–SDA dan program penanggulangan kemiskinan di 5 kabupaten yang kaya SDA dan memberikan rekomendasi kebijakan fiskal terutama DBH–SDA terhadap efektifitas penanggulangan kemiskinan di Indonesia.

Menjadi fasilitator dalam FGD ini adalah Buyung Marajo (Peneliti Pokja 30) dibantu oleh Wiko Saputra (Peneliti PWYP Indonesia), Meliana Lumbataruan (Peneliti PWYP Indonesia) dan Corolus Tuah (Peneliti Pokja 30).

Dalam FGD terungkap beberapa persoalan kemiskinan yang terjadi di Kukar. Terdapat empat penyebab kemiskinan yang terkemuka di dalam FGD, yaitu masalah pendidikan yang rendah, kekurangan modal, infrastruktur yang buruk, dan ketidakmampuan masyarakat dalam aktifitas kehidupan karena masalah disabilitas, lanjut usia dan lainnya.

Salah satu aspek yang menarik yang dikemukakan oleh Mujiono dari Dinas Sosial Kabupaten Kutai Kertanegara memang kabupaten ini memiliki APBD yang besar, tapi harus diingat bahwa Kabupaten Kutai Kertanegara memiliki luas wilayah yang besar dengan topografi daerah yang sulit di jangkau sehingga menyebabkan biaya pembangunan infrastruktur sangat besar, dan masih banyak daerah – daerah yang masih terisolasi, inilah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan.

Selain itu, pengelolaan anggaran untuk kemiskinan harus melalui mekanisme DPRD, terkadang banyak program – program penanggulangan kemiskinan yang diusulkan tidak bisa terealisasi karena bukan menjadi program prioritas pemerintah daerah dan biasanya hanya program prioritas yang terlebih dahulu diakomodasi dalam APBD.

Mesiah dari Dinas Perdagangan, Koperasi dan UMKM, menyoroti persoalan ketidakmampuan masyarakat miskin terhadap sumber pendanaan usaha. “Rendahnya kapasitas ekonomi masyarakat miskin disebabkan ketidakmampuan dalam permodalan, pemerintah daerah sudah berupaya menggulirkan program permodalan usaha melalui program Lembaga Perkreditan Desa (LPD), tapi belum mampu mengatasi masalah kemiskinan karena memang jangkauan wilayah di kabupaten ini sangat luas sehingga sulit untuk mempercepat akses masyarakat terhadap LPD,” ujarnya.

Walaupun tidak dihadiri oleh beberapa SKPD terkait tetapi banyak informasi yang bisa digali dalam FGD ini. Persoalan tata kelola anggaran menjadi problema ketika bicara penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kutai Kertanegara, sehingga perbaikan tata kelola anggaran terutama DBH SDA harus diperbaiki agar lebih efektif dan optimal mengatasi masalah kemiskinan di daerah ini.