Skip to content

Sukabumi, 24 April 2025 – Peneliti Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Wicitra Diwasasri, menjadi salah satu Narasumber dalam forum diskusi bertajuk “Keadilan Gender dan Inklusi Sosial dalam Transisi Energi” yang diselenggarakan Rumah Energi pada 24 April 2025 lalu, secara hybrid dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Hadir pula narasumber dari PT PLN Indonesia Power, Pemerintah Kabupaten Sukabumi, komunitas, dan berbagai pemangku kepentingan.

Diskusi ini bertujuan untuk mendorong keadilan gender dalam transisi energi khususnya di wilayah terdampak operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara yang akan dipensiunkan melalui program percepatan transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP), khususnya di Kawasan Pelabuhan Ratu, Sukabumi Jawa Barat. Dalam forum ini juga, disampaikan temuan studi Rumah Energi dalam persoalan kesetaraan gender di kawasan PLTU Pelabuhan Ratu, khususnya di sejumlah desa terdampak yakni Desa Jayanti, Desa Citarik, Desa Cidadap, Desa Loji, dan Kelurahan Pelabuhan Ratu. Hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa telag terjadi ketimpangan gender yang ditandai dengan relasi kuasa yang timpang, stigmatisasi dan stereotip terhadap perempuan, beban ganda perempuan (domestik dan publik), akses pendidikan formal yang terbatas bagi perempuan, dan kekerasan terhadap perempuan.

Mengarusutamakan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam Transisi Energi

Wicitra menyampaikan urgensi mengarusutamakan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam transisi energi. Sejumlah studi menunjukkan bahwa perempuan merupakan kelompok yang mudah terdampak akan aktivitas maupun kemiskinan dari energy (Pueyo, Maestre & Robinson, 2019). Perempuan dengan disabilitas lebih rentan dari laki-laki, baik yang merupakan penyandang maupun bukan penyandang disabilitas (Okyeren & Lin, 2023). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan kondisi perempuan pedesaan lebih buruk dari pada laki-laki di pedesaan maupun perempuan diperkotaan akses yang tidak setara terhadap sumber daya dan aset produktif maupun layanan publik (pendidikan/kesehatan/sanitasi).

Terkait kerangka GEDSI di sektor transisi energi, PWYP Indonesia mengintegrasikan konsep seperti keadilan energi oleh Jenkins, et. Al (2016), Akses, Kontrol, Partisipasi, dan Manfaat (AKPM) yang dikembangkan oleh Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), pendekatan interseksionalitas, inklusi, anti kekerasan serta prinsip-prinsip terkait seperti partisipasi dan kontrol dalam pengambilan keputusan, keadilan ekonomi, akses terhadap sumber daya alam, edukasi, dan informasi, integrasi sosial budaya, dan mekansime pengaduan dan remedial.

Wicitra menekankan aspek partisipasi bermakna (meaningful participation), dimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUU-XVIII/2020 mendefinisikan partisipasi bermakna sebagai hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, dipertimbangkan, dan mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. Oleh karena itu, diperlukan akses dan ketersediaan akomodasi maupun fasilitas yang memadai bagi kelompok rentan seperti perempuan dan disabilitas untuk bisa hadir maupun berpartisipasi aktif dalam ruang-ruang pengambilan keputusan. Belajar dari kasus Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Luoi di Vietnam, dimana perempuan yang tidak dilibatkan dalam proses pengambilan Keputusan. Dampaknya, pembangunan kamar mandi di pemukiman yang dibangun, berada di luar rumah warga. Padahal para perempuan menginginkan kamar mandi berada di dalam rumah. Mengingat ketergantungan perempuan yang tinggi terhadap akses sanitasi.

Wicitra menyinggung pentingnya kebijakan afirmasi (affirmative action) di aspek lapangan kerja dan pendidikan. Angka partisipasi perempuan di bidang keilmuan dan lapangan kerja terkait Sains, Teknologi, Teknik dan Matematika (STEM) dan sektor energi masih rendah, termasuk gender pay gap yang masih tinggi. Selain itu, keadilan ekonomi yang juga terhubung dengan remedial yakni terkait dengan pemulihan dan ganti rugi yang memadai apabila mata pencaharian atau siklus subsiten masyarakat terdampak akan proyek energi. Perempuan rentan terabaikan dalam proses maupun pencairan ganti rugi.

Wicitra juga menyampaikan contoh dari instrumen pemantauan atau daftar pertanyaan yang diturunkan dari sejumlah prinsip-prinsip GEDSI yang terkait dengan transisi energi di atas. Di antaranya: Apakah terdapat skema dan materi pelatihan yang aksesibel? Apakah terdapat skema dan materi pelatihan yang aksesibel? Seperti penggunaan braille bagi tuna netra, interpretasi bahasa isyarat dan alat bantu lainnya; Bagaimana sarana dan prasarana yang disediakan untuk memudahkan dan menjamin kehadiran kelompok rentan (waktu, frekuensi, pendamping, akomodasi, dan transportasi)?; Apakah terdapat kasus kekerasan dalam rumah tangga akibat penggusuran lahan yang berdampak pada berubahnya mata pencaharian/jumlah pendapatan warga?; hingga Apakah terdapat perbaikan atau peningkatan fasilitas publik di area tempat tinggal warga sekitar pada saat implementasi proyek?

Sementara itu, Robert David Carniago, dari PT PLN Indonesia Power menjelaskan isu kepemimpinan perempuan dan peran strategisnya dalam industri pembangkit listrik. Ia menyampaikan, secara kuantitas industri pembangkit memang masih didominasi oleh laki-laki. D860 total pekerja, 96% diisi oleh tenaga kerja laki-laki, dan hanya 4% atau 31 orang pekerja perempuan yang terlibat di sektor tersebut. Kendati demikian, perempuan juga memiliki peluang untuk berperan secara strategis. PT PLN memiliki beberapa kebijakan internal yang terkait kesetaraan gender, diantaranya Inisiatif Gugus Tugas Srikadi melalui Keputuran Direksi No.9689.K/DIR/2024 yang bertujuan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender di lingkungan Indonesia Power, menyusun program kerja dan inisiatif strategi berbasis gender, menjadi agen perubahan budaya kerja yang inklusif dan setara gender. (WD/AN)

We use cookies from third party services to offer you a better experience. Read about how we use cookies and how you can control them by clicking "Privacy Preferences".

Privacy Preference Center