Kathmandu, Nepal, 23–24 Mei 2025 – Organisasi masyarakat sipil dari berbagai negara Asia berkumpul dalam seminar regional bertajuk “Advancing the UN Tax Convention: Asian Perspectives and Strategy”, yang diselenggarakan oleh Tax and Fiscal Justice Asia (TAFJA) bekerja sama dengan Global Alliance for Tax Justice (GATJ). Bertempat di Kathmandu, Nepal, forum ini menjadi momentum penting untuk menyatukan strategi dan suara kawasan Asia dalam mendorong sistem perpajakan internasional yang lebih adil melalui pembentukan Konvensi Pajak PBB (UN Tax Convention/UNTC).
Selama dua hari penuh, forum ini membahas berbagai perkembangan strategis, mulai dari posisi negara-negara Asia dalam proses negosiasi UNTC, tantangan politik dan teknis dalam keterlibatan Global South, hingga strategi advokasi menjelang momen penting seperti Konferensi Pendanaan Pembangunan keempat (FfD4) dan sesi negosiasi UNTC berikutnya. Forum ini juga menjadi ruang refleksi bersama terhadap kekuatan kolektif kawasan serta peran masyarakat sipil dalam membangun tata kelola pajak yang adil dan demokratis.
Indonesia Soroti Peluang Regional dalam Proses UN Tax Convention
Dalam sesi “Stock Taking and Temperature Check: Asian Governments’ Responses and Public Opinion in Asia on the UN Tax Convention”, Meliana Lumbantoruan, Deputi Direktur PWYP Indonesia sekaligus anggota Coordinating Committee TAFJA, hadir sebagai salah satu narasumber yang mewakili Indonesia. Ia menyampaikan bahwa Indonesia secara resmi mendukung resolusi UNTC di PBB. Namun, ekspresi politik atas dukungan tersebut masih sangat terbatas di dalam negeri, antara lain karena pertimbangan hubungan dengan negara-negara anggota OECD dan posisi diplomatik Indonesia dalam forum-forum ekonomi global.
Meliana juga menyoroti pentingnya memanfaatkan forum regional seperti ASEAN Tax Forum, yang selama ini bersifat tertutup, sebagai peluang strategis untuk mengarusutamakan isu keadilan pajak di kawasan Asia Tenggara. Ia menegaskan bahwa ASEAN dapat mengambil peran kolektif yang lebih kuat dalam proses UNTC, asalkan negara-negara anggotanya bersedia membuka ruang dialog dan partisipasi bagi masyarakat sipil.
Menurut Meliana, keterlibatan regional yang aktif dan progresif akan memperkuat posisi Asia dalam arsitektur pajak global yang saat ini masih sangat didominasi oleh negara-negara Global North.
Refleksi dan Pembelajaran dari Kawasan Lain
Forum ini juga menghadirkan pembicara dari kawasan Afrika, Eropa, dan Amerika Latin & Karibia yang membagikan tantangan dan strategi yang dihadapi dalam konteks masing-masing. Delegasi Afrika menyoroti bagaimana sistem perpajakan warisan kolonial, perjanjian bilateral yang tidak adil, dan ketimpangan hak pemajakan masih menjadi hambatan utama. Beberapa negara bahkan menolak model OECD karena dinilai mengurangi hak pemajakan negara sumber.
Dari kawasan Amerika Latin dan Karibia, peserta menyampaikan bahwa struktur pajak di wilayah mereka masih sangat regresif, dengan ketergantungan tinggi pada PPN dan banyaknya insentif serta kebocoran pajak. Sementara itu, perwakilan Eropa mengakui bahwa benua mereka secara historis telah memainkan peran dalam membentuk sistem perpajakan global yang tidak adil, dan menyoroti pentingnya membangun solidaritas lintas kawasan untuk mendorong perubahan arsitektur fiskal global.
Semua refleksi ini memperkuat pemahaman bahwa perjuangan untuk Konvensi Pajak PBB bukanlah sekadar isu teknis, melainkan perjuangan politik global yang menuntut keadilan fiskal dan distribusi kekuasaan yang lebih setara.
Mengangkat Isu Strategis: Industri Ekstraktif, Pajak Digital, dan Pajak Kekayaan
Dalam sesi kelompok kerja yang lebih mendalam, peserta mendiskusikan dua tema utama: keadilan pajak di sektor ekstraktif dan ekonomi digital, serta kampanye pajak kekayaan dan reformasi pajak progresif.
Diskusi pertama membahas bagaimana praktik penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional masih marak, khususnya di sektor industri ekstraktif dan digital. Dari Indonesia, peserta menyoroti bagaimana insentif fiskal yang diberikan kepada perusahaan tambang berpotensi mengurangi penerimaan negara dan mengakibatkan kerusakan lingkungan serta dampak sosial di komunitas sekitar. Dari Nepal, peserta mencatat bahwa perusahaan digital seperti Meta enggan patuh terhadap peraturan pajak, berbeda dengan TikTok yang telah mendaftar secara resmi.
Praktik-praktik ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi kepemilikan manfaat dan pembagian pendapatan yang adil bagi komunitas terdampak.
Diskusi kedua mengangkat pentingnya pengenaan pajak kekayaan sebagai bagian dari sistem perpajakan yang lebih progresif. Meskipun wacana pajak kekayaan sudah mulai berkembang di beberapa negara seperti Pakistan dan Filipina, resistensi dari kelompok elite serta lemahnya dukungan politik membuat implementasinya masih jauh dari harapan. Peserta dari Indonesia mencatat bahwa pemerintah masih mengandalkan pajak penghasilan dan belum secara serius membahas pajak kekayaan dalam kerangka keadilan fiskal. Diskusi menekankan pentingnya membedakan pajak kekayaan dari pajak properti, serta mengaitkan agenda ini dengan isu keadilan iklim, kesetaraan gender, dan pembiayaan publik.
Strategi Menuju Negosiasi UNTC: Konsolidasi Aksi Masyarakat Sipil
Sebagai penutup, forum menyepakati serangkaian strategi kolektif untuk menghadapi proses negosiasi UN Tax Convention yang akan datang. Beberapa inisiatif yang disusun antara lain penyelenggaraan webinar regional bagi negara-negara anggota G77, penyusunan masukan masyarakat sipil untuk PBB, serta kampanye publik menjelang sesi negosiasi berikutnya.
PWYP Indonesia akan terus berperan aktif dalam proses ini, tidak hanya melalui kontribusi dalam forum internasional seperti TAFJA-GATJ, tetapi juga dalam mendorong perubahan kebijakan nasional yang sejalan dengan nilai-nilai keadilan fiskal, transparansi, dan akuntabilitas.
“Peluang untuk membentuk arsitektur pajak global yang lebih demokratis dan adil tidak datang setiap saat. Negara-negara Asia, termasuk Indonesia, harus mengambil peran strategis dan tidak hanya menjadi pengikut dalam prosesnya. Ini saatnya Asia menjadi pengarah arah,” tegas Meliana dalam penutupan diskusi forum tersbut. #ML