Kajian global yang dilakukan OECD baru-baru ini menunjukkan bahwa industri yang paling korup adalah sektor ekstraktif dan salah satunya dari sektor pertambangan. Di Indonesia, diduga industri yang paling korup juga sektor ekstraktif sebagai akibat dari buruknya tata kelola tambang.
Dalam kasus di Indonesia, temuan kajian di atas terbukti dengan adanya pejabat negara, politisi, dan birokrat yang diadili berkaitan kasus korupsi di sektor pertambangan. Indikasi korupsi di sektor pertambangan ditunjukkan dengan ditemukannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah, seperti tidak CnC (clear and clean), tidak memiliki NPWP, perusahaan fiktif, dan berada di kawasan hutan konservasi dan lindung. Kajian tersebut memperkuat temuan-temuan dari Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi di sektor Minerba yang telah dilakukan sepanjang tahun ini.
Koalisi Anti-Mafia Tambang yang beranggotakan lebih dari 60 organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia -di mana PWYP Indonesia menjadi salah satu tim yang aktif menginisasi- melakukan kajian atas potential lost dari penerimaan Negara dari land rent sejak tahun 2010 hingga 2013. Provinsi yang menjadi wilayah kajian Koalisi Anti-Mafia Tambang diantaranya, Aceh, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara. Ke-12 provinsi selain Aceh, merupakan wilayah yang menjadi pilot dari Korsup Minerba KPK.
Temuan atas kajian tersebut diketahui besarnya potensi kehilangan penerimaan negara dari sektor tambang di 13 Provinsi sebagai akibat dari IUP bermasalah mencapai Rp 4 triliun yang terdiri dari Rp 931 milyar dari land rent (iuran tetap) dan Rp 3.1 triliun dari kurang bayar royalti. Temuan lain oleh Koalisi menunjukkan bahwa hanya 50% dari total IUP yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ini artinya 50% perusahaan tambang tidak membayar pajak sama sekali.
Maryati Abdullah, selaku Koordinator Nasional PWYP Indonesia dan perwakilan Koalisi Anti-Mafia Tambang, meminta aparat penegak hukum, khususnya KPK, untuk melakukan penindakan terhadap pelanggar izin dan penyelanggara negara yang terlibat dalam korupsi di sektor tambang. Selain itu, koalisi juga meminta pemerintah agar transparan dan akuntabel dalam mengelola penerimaan dari land rent dan royalti. “Kami juga mendesak pemerintahan Jokowi untuk melakukan #BlusukanTambang dalam upaya penataan perizinan dan penegakan hokum di sektor minerba,” tukas Maryati.