JAKARTA, KOMPAS — Jelang Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Hamburg, Jerman, Forum Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Luar Negeri mendesak Presiden Joko Widodo memperkuat komitmen terhadap Kesepakatan Paris. Tanpa langkah berani pemerintah, kesepakatan itu tak akan tercapai, terlebih terkait penurunan emisi gas rumah kaca. Demikian terungkap saat jumpa media oleh Forum Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Luar Negeri (ICFP), di Jakarta, Kamis (6/7).

ICFP terdiri dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Transformasi untuk Keadilan (TuK), Prakarsa, Indonesia for Global Justice (IGJ), Migrant Care, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), dan Transparency International Indonesia. ”Kita cuma punya waktu sekitar tiga tahun untuk bisa memastikan Kesepakatan Paris bisa dicapai. Maka, pemerintah tidak punya banyak pilihan dan harus kerja ekstra keras,” ungkap peneliti dari TuK Indonesia, Jalal.

KTT G-20 di Hamburg dilaksanakan hari ini sampai besok. Dari data laporan Brown to Green, Indonesia adalah negara dengan tingkat emisi gas rumah kaca tertinggi (mencapai 1.000 megaton setara karbon dioksida) di antara anggota G-20. Hal itu dipengaruhi emisi dari energi, limbah, industri dan aktivitas pendukungnya, kehutanan, dan lainnya (Kompas, 5/7). Menurut Jalal, selama ini peningkatan emisi terjadi karena baik pemerintah maupun perusahaan membuat lingkungan seolah-olah tempat membuang sampah emisi. ”Kalau perusahaan wajib memberikan laporan soal dampak, maka pemerintah bisa melakukan seleksi mana yang masih baik dan mana yang buruk. Kalau buruk, ya, jangan diperpanjang atau dicabut saja izinnya,” kata Jalal.

Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi, Khalisah Khalid, mengatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya mengurangi emisi, seperti penanggulangan kebakaran hutan dan lahan serta restorasi gambut. Meski demikian, hal itu dinilai kurang karena sumber daya alam juga tak bisa dijaga dengan baik.

”Praktik monopoli oleh korporasi akan terus dilakukan dan akan terus mengancam sehingga krisis iklim tak terhindarkan, Kesepakatan Paris juga tak tercapai,” kata Khalid. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK Nur Masripatin mengatakan, pihaknya mengakui jika dilihat dari keperluan global, komitmen Indonesia saat ini belum cukup. Namun, pemerintah memiliki target tertentu untuk mencapai Kesepakatan Paris. ”Upaya yang dilakukan sudah banyak meski ada beberapa kendala, seperti pendanaan. Namun, itu juga sudah berkoordinasi dengan beberapa kementerian terkait,” kata Nur.

Sumber : https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170707/281784219122307