MA 2
Kiri: YABHG Tun DR Mahathir Mohamad, Perdana Menteri keempat Malaysia saat pembukaan 2nd Malaysia War on Corruption Symposium 2015. Kanan: Maryati Abdullah Menjadi Pembicara dalam 2nd Malaysia War on Corruption Symposium 2015. Foto: Committee of MWCS 2015.

Kuala Lumpur—Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah, menjadi pembicara dalam Simposium Tahunan Ke-2 Malaysia’s War on Corruption 2015, (11-12/11) yang dibuka oleh YABHG Tun DR Mahathir Mohamad-Perdana Menteri Malaysia Keempat.

Mahathir Mohamad dalam pidatonya menyoroti agenda pemimpin Malaysia untuk melakukan agenda anti korupsi yang lebih kuat. Dia menyarankan agar G25, Dewan Terkemuka Malaysia, perlu didorong untuk memandu perdana menteri dalam memimpin negara. Saran Mahathir tersebut berdasar pada pertimbangan bahwa kabinet akan memberi lampu hijau pada semua keputusan Datuk Seri Najib Abdul Razak, PM Malaysia saat ini.

“Kita perlu sebuah dewan eksternal yang tidak hanya menganggukkan kepala atas segala sesuatu yang diucapkan oleh perdana menteri. Walaupun PM mungkin tidak akan menerima pandangan dewan eksternal ini, paling tidak bisa menjadi pertimbangan,” dikutip oleh The Sun Daily, Malaysia.

Simposium berlangsung di Pullman Kuala Lumpur Bangsar itu dihadiri oleh pemerintah negara-negara dari berbagai departmen, komisi anti korupsi, department kepolisian, BUMN, kelompok bisnis, NGO, pemuda dan sektor private dengan berbagai latar belakang seperti industri ekstraktif, bank, dsb. Topik utama diskusi juga termasuk membahas tentang etika kepemimpinan, warga negara dan integritas, whistle blower, membuka kedok korupsi, dan mendorong pembangunan berkelanjutan, open data dan anti korupsi sebagai nilai-nilai bersama: mengutamakan budaya anti korupsi di Malaysia.

Maryati Abdullah menegaskan open data dan anti korupsi merupakan gerakan yang sangat cocok untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi. Penggunaan open data dalam laporan masyarakat dan sistem pemenuhan kepatuhan ini penting untuk mendorong sistem integritas dan membatasi suap di ranah publik untuk meningkatkan kualitas layanan publik, dan mendorong sistem whistleblower.

Ini cocok bagi warga Malaysia, sebagai negara berpenghasilan menengah tertinggi di Asia Tenggara dengan penetrasi teknologi tinggi dan partisipasi warga yang meningkat dalam kebijakan publik. Simposium ini juga mengundang pembicara lain seperti para ahli, penasihat etika bisnis, konsultan, praktisi, penasihat kebijakan, dan aktor lain terkait Islam dan Budaya.


Bagikan