JAKARTA – Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menegaskan keseriusannya untuk mendukung transparansi bagi investor yang akan berinvestasi di sektor ESDM. Transparansi Beneficial Ownership (BO) diharapkan dapat mencegah korupsi, penggelapan pajak, pendanaan terorisme, dan pencucian uang.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 48 Tahun 2017 Tentang Pengawasan Usaha di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. “Kami sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 48 Tahun 2017 dan sudah berjalan sekitar 6 bulan. Saya keluarkan Permen Nomor 48 Tahun 2017 tentang permintaan persetujuan kepemilikan, direksi harus menerbitkan BO. Kami tidak terima BO tidak jelas,” kata Menteri Jonan saat menghadiri Konferensi Pembukaan Kepemilikan di Jakarta, Senin ( 23/10).
Ketentuan tersebut melengkapi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Bumi. Dua regulasi terakhir belum mengatur secara eksplisit tentang keterbukaan kepemilikan dan perizinan usaha industri ekstraktif.
Menteri ESDM berharap melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 48 Tahun 2017 mampu mewujudkan tata kelola yang baik di sektor ESDM melalui pengawasan bisnis. Upaya ini merupakan amanat konstitusi UUD 1945 pasal 33 dimana sektor ESDM yang menguasai penghidupan rakyat dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kementerian ESDM sebagai Pelopor
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif menjelaskan, program strategis dan sumber pendapatan negara menjadi fokus implementasi BO seperti sektor pertambangan. “KPK bekerja sama dengan ESDM, salah satunya adalah inventarisasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak jelas dan bersih, jumlahnya cukup besar sekitar 4.000 IUP,” kata Laode. Bahkan, KPK berharap kementerian dan lembaga negara lainnya bisa mengikuti jejak Kementerian ESDM yang sudah mengeluarkan legal standing.
Selain itu, Menteri ESDM juga menegaskan bahwa kerja sama antarlembaga menjadi tolak ukur keberhasilan implementasi BO. Saat ini Kementerian Keuangan dan KPK sudah melalui proses tersebut. “Untuk melakukan izin BO, salah satunya harus memasukkan NPWP di dokumen administrasi. Jadi, semua datanya terhubung, ”lanjut Menteri Jonan.
Keterbukaan informasi BO dapat menyebabkan hilangnya potensi ekonomi dan penerimaan negara, salah satunya penghindaran pajak oleh wajib pajak. Hal tersebut dibenarkan oleh Staf Ahli Kepatuhan Perpajakan, Suryo Utomo. “Demi BO, itu sangat penting. Paling tidak meminimalkan penghindaran pajak dan diterapkan di semua sektor tidak hanya pertambangan,” kata Suryo.
Pemerintah saat ini sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) sebagai legal standing implementasi BO karena penerapannya akan meningkatkan tingkat investasi suatu negara. “Sekarang kami sedang menyusun Peraturan Presiden ini. Tidak ada sanksi bagi yang tidak melakukan BO kali ini. Dengan Perpres ini kita punya pondasi dan database sehingga skema BO bisa dilaksanakan,” tutup Wakil II Kepala Staf Kepresidenan Kantor Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho. (NA)