Keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, dimana masyarakat dapat aktif berpartisipasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menggunakan prinsip keterbukaan informasi kepada publik di antaranya melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik dan lahirnya Open Government Partnership (OGP) yang kini beranggotakan 78 negara, dimana Indonesia menjadi salah satu pelopornya, serta lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data.
Dr. Ir. Taufik Hanafi, MUP, deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Bappenas menyatakan bahwa “evidence-based policy menjadi suatu keharusan, publik ingin mengetahui mengapa suatu kebijakan disusun. Semakin maju suatu negara, maka tugas laporan pertanggungjawabannya semakin besar yang dengan kata lain semakin terperinci, sehingga setiap nilai 1 sen harus ada pertanggungjawabannya.”. Hal ini disampaikan pada acara Diskusi Publik bertajuk Implementasi Kebijakan Satu Data dalam Mendorong Praktek Keterbukaan Pemerintah yang diselenggarakan atas kerjasama PWYP Indonesia dengan Sekretariat Open government Indonesia (OGI) di Jakarta, 25 Februari 2020.
Taufik Hanafi selaku keynote speaker dalam diskusi tersebut memaparkan bahwa sebenarnya Indonesia terbuka terhadap data. “Peraih nobel ekonomi Tahun 2010, Esther Duflo, mengambil Indonesia sebagai lokasi risetnya. Ia banyak mengambil data pendukung dari Bappenas dan BPS. Hal ini menunjukkan Indonesia terbuka terhadap data terlebih jika itu untuk kepentingan riset/studi” ungkapnya.
Taufik Hanafi juga menekankan bahwa “Satu Data itu tidak bisa berdiri sendiri. Tujuan satu data salah satunya adalah untuk mendukung RPJMN yang baik, mulai dari proses penyusunan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada monitoring dan evaluasi. Itu semua tidak tepisahkan dari satu data dan satu peta” tandas Taufik.
Satu Data menunjukkan betapa pentingnya informasi yang berkualitas dan kredibel serta mudah diakses publik. Salah satu hal yang diatur dalam satu data adalah tata kelola data. Beberapa prinsip penting dalam Satu Data yakni harus ada standar data, satu meta data, dan interoperabilitas data (dapat dibagi-pakaikan antar lembaga lain). Selain itu, standarisasi data merupakan hal yang krusial, sehingga kedepannya diperlukan capacity building tidak hanya bagi pemerintah namun juga aktor-aktor non-pemerintah agar dapat menghasilkan data yang akurat dan berkualitas.
Maharani Putri dari sekretariat nasional OGI mengungkapkan beberapa contoh praktik baik pemerintahan yang terbuka di beberapa negara, di antaranya Brazil dan Korea Selatan. “Di Brazil, partisipasi masyarakat telah berdampak pada penurunan kematian bayi dan peningkatan pelayanan sanitasi. Sementara di Korea Selatan, dengan adanya penerapan menu penilaian online pada konsumsi air PAM menyebabkan konsumsi air naik 20% karena peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan air minum” tandas Maharani. Selain itu, menurutnya, pemerintah daerah juga sudah cukup aware terkait satu data. Maharani menambahkan, “Salah satu komitmen keterbukaan pemerintahan Indonesia adalah dengan melakukan pilot project di lima kabupaten/kota dan provinsi yakni Bojonergoro, Aceh, DKI, Bandung, dan Semarang. Adapun aksi implementasi yang telah dilakukan berkaitan dengan open data yakni penguatan kanal layanan publik, peningkatan keterbukaan informasi dan penguatan tata kelola data. Tidak hanya berhenti disitu, upaya mendorong praktik-praktik pemerintahan yang terbuka akan terus dilakukan baik di tingkat pemerintah pusat dan juga daerah” ujarnya.
Pada akhir tahun 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapatkan penghargaan sebagai Badan Publik Informatif dari Komisi Informasi Pusat RI karena dianggap telah berhasil memberikan informasi kepada publik secara transparan terkait program dan kebijakan strategis di sektor kelautan dan perikanan kepada masyarakat.
Rennisca Ray Damayanti, Kabid Data Statistik Pusdatin KKP yang turut hadir menjadi pembicara dalam diskusi publik resebut menyampaikan bahwa “data dan informasi publik di sektor kelautan dan perikanan disusun berdasarkan prinsip standar data, misalnya, satuan dalam kuesioner harus seragam, data yang dilengkapi dengan metadata yang baku, memenuhi prinsip interoperabilitas dan menggunakan kode referensi dan/atau data induk” tegas Rennisca. Satu Data di sektor kelautan dan perikanan ini bermanfaat untuk ketelurusan data. Seperti data asal penangkapan ikan atau tujuan ekspor ikan. Di sisi lain, KKP juga melakukan rasionalisasi sistem pendataan dari yang sebelumnya memiliki 299 aplikasi, kini disederhanakan menjadi 19 aplikasi. Langkah efektif dan prestasi ini didapat KKP karena sudah membangun satu data bahkan sebelum lahirnya Perpres.
Dalam diskusi publik tersebut juga hadir Agus Cahyono Adi, Kepala Pusdatin Kementerian ESDM RI atau yang akrab disapa dengan Pak Aca. Ia menyebutkan bahwa “dalam melaksanakan satu data diperlukan leadership yang kuat.” Menurutnya, “Kementerian ESDM juga mengcopy aplikasi KKP seperti e-kinerja dan Aplikasi Monitoring Realisasi Anggaran (Amora). Disisi lain, KESDM juga sudah memiliki aplikasi perizinan yang memiliki data base badan usaha sebagai company record, laporan produksi, dan sebagainya”
Selain itu, dirinya juga menyatakan apa yang diterapkan terkait satu data di ESDM belum selesai karena membina badan usaha yang luar biasa banyak. “ESDM mengenalkan Single Source of Truth (SSOT), membangun dan menetapkan dimana sumber data tersebut. Jika ada data masuk, diverifikasi dan kalau ada yang salah dikembalikan lagi, sehingga data yang dipegang perusahaan sama dengan yang dimiliki KESDM. Sekarang datanya sudah sama. Manfaatnya terkait dengan akuntabilitas” tutupnya.
Maryati Abdullah, selaku koordinator nasional PWYP Indonesia, menekankan bahwa tantangan implementasi satu data di Indonesia ialah bagaimana melakukan kontinuitas dan upgrade data yang berdampak baik pada penerimaan negara. “Selain itu perlu ditekankan bahwa non-state actor bukan hanya NGO, tetapi juga pengusaha seharusnya bisa turut menjadi partner dari pengembangan kebijakan satu data ini” tambahnya.
Sejalan dengan implementasi open data, satu data dan pemerintahan yang terbuka, lanjut Maryati, Indonesia perlu mendorong adanya kebijakan data protection act agar jangan sampai data pribadi kita sebagai masyarakat hanya dikuasai oleh pihak tertentu dan mencegah penyalahgunaan data dan informasi. Perpres Satu Data telah memberikan institusionalisasi bagi kebijakan berbasis data. Gerakan satu data dan keterbukaan ini, tutup Maryati, “menjadi pintu masuk dan platform yang baik dari sebuah kolaborasi antar pihak demi mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan.” (ML/WC)