Kutai Kartanegara (Kukar) merupakan salah satu kabupaten penghasil migas dan pertambangan di Indonesia. Di mana, lebih dari 70% pendapatan APBD daerahnya berasal dari industri ekstraktif khususnya migas dan pertambangan batu bara. Sebagai daerah yang banyak industri ekstraktif, DPRD Kabupaten Kukar berinisiatif untuk membuat Peraturan Daerah tentang muatan lokal (local content) dalam industri ekstraktif di Kabupaten Kukar.
Setelah melalui sejumlah kunjungan ke berbagai instansi dan pemangku kepentingan seperti ke Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, Pertamina, serta ke Kantor Sekretariat Nasional Publish What You Pay Indonesia di Jakarta, DPRD Kukar membuat serangkaian sosialisasi kepada masyarakat setempat dan pemangku kepentingan, khususnya di daerah lingkar tambang, untuk meminta masukan dan dukungan dalam perumusan Perda dan pelaksanaannya nanti.
Koordinator Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah, yang diundang menjadi salah satu narasumber dalam sosialisasi yang berlangsung pada Sabtu 29 April di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Maryati menuturkan, pihaknya menyambut baik inisiatif ini sebagai upaya pemerintah lokal untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekonomi lokal di daerah-daerah kaya sumberdaya alam, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.
Dalam paparannya, Maryati menekankan agar mekanisme partisipasi lokal (muatan lokal) yang dimaksud dilaksanakan dengan mekanisme yang transparan dan akuntabel, perlu ada kejelasan mekanisme-tahapan-dan instistusi pelaksananya, cakupan muatan lokal dalam industri ekstraktif, serta perlu ditentukan juga mekanisme monitoring dan evaluasinya.
Maryati juga menekankan bahwa peningkatan muatan lokal dalam industri ekstraktif ini juga harus sejalan dengan
perencanaan dan target pencapaian dari pembangunan daerah, sehingga mudah diukur tingkat keberhasilannya. Misalnya, berapa target pengurangan pengangguran yang ingin disasar, berapa tingkat kenaikan pendapatan (income) yang ingin dicapai dalam satuan waktu, dan sebagainya. Maryati juga mewanti-wanti, pengaturan muatan lokal perlu seimbang dengan pengembangan ekonomi lokal di sektor lainnya, terutama ekonomi berbasis non-SDA seperti pertanian pangan, pariwisata, dan sebagainya, sehingga ekonomi daerah tidak tergantung semata-mata dari industri ekstraktif yang ada di daerah tersebut.
Maryati menambahkan, ketergantungan daerah pada industri ekstraktif sangatlah rentan terhadap ketidakpastian pasar, khususnya volatilitas harga komoditas industri berbasis SDA. Indikasi ini sudah terlihat di Kukar, di mana akibat jatuhnya harga minyak, pertumbuhan ekonomi Kukar minus 7,6 % di tahun 2015, naik drastis dari tahun 2014 yang hanya minus 1,5%. “Karena itu, Kukar harus lebih berhati-hati dalam mengelola kekayaan sumber daya alam tersebut, agar lebih produktif dan tidak terjebak pada orientasi pendapatan langsung dari sumberdaya alam,
melainkan harus dapat memastikan efek berganda (multiplier effect) dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tukas Maryati.
Dalam Sosialisasi tersebut Ketua Pansus Perda Lokal Konten Kabupaten Kukar Junaidi menekankan pentingnya Perda ini terutama untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan industri ekstraktif, agar masyarakat mendapatkan manfaat secara langsung dari Sumber Daya Alam yang ada di Kukar. [MRY]