Aliran Penerimaan dan Pendapatan Minyak dan Gas Bumi
Menurut Undang-Undang Nomor.17 tentang Keuangan Negara pasal 1, definisi penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara (ayat 9), sedangkan penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah (ayat 11). Pendapatan negara didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 13), sedangkan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (ayat 15).
Dengan demikian, maka penerimaan Migas adalah uang yang masuk ke kas negara/daerah yang berasal dari kegiatan usaha Hulu Migas, sedangkan pendapatan Migas adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Penerimaan Migas kita, terutama dari kontraktor ke pemerintah, didasarkan pada ketentuan Kontrak Kerjasama (KKS) dengan pola Kontrak Production Sharing (KPS).
Bagan penerimaan Migas dengan Pola Kontrak Production Sharing dapat dilihat pada bagan-bagan berikut:
Penjelasan gambar: setelah minyak dan gas berproduksi dan dijual secara komersial, maka pada saat ini penerimaan negara mulai diperhitungkan. Pada 5 (lima) tahun pertama, minyak pertama yang keluar dari blok migas disisihkan sebesar 20% sebagai FTP yang dibagi antara pemerintah dan kontraktor sesuai dengan prosentase bagi hasil. Pemerintah membayar investment credit (jika ada) dan recoverable cost kepada kontraktor. Setelah dikurangi komponen tersebut, maka diperoleh net opera.ng income (atau equity to be split) yang dibagi antara pemerintah dan kontraktor. Bagian pemerintah ini dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Bagian pemerintah ini kemudian diperhitungkan dengan unsur-unsur pengurang yang dikembalikan kepada kontraktor, yaitu: PBB, PPN, PDRD, dan fee kegiatan hulu migas. Dari bagian kontraktor tersebut, kontraktor berkewajiban untuk memenuhi pasokan pasar dalam negeri (domes.c market obliga.on) sebesar 25% dari bagian kontraktor dan diperhitungkan dengan DMO fee yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor. Kontraktor juga berkewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah berupa Pph Migas (yang terdiri atas Pph badan maupun Pph karyawan). Sehingga secara keseluruhan, dari produksi bersih minyak yang diperoleh, pemerintah mendapat bagian sebesar 85% (penerimaan pajak dan nonpajak) dan kontraktor sebesar 15%. Sedangkan dari produksi bersih gas yang diperoleh, pemerintah mendapat bagian sebesar 70% (penerimaan pajak dan nonpajak) dan kontraktor sebesar 30%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Migas dalam APBN antara lain:
- Asumsi makro berupa: lijing nasional (dalam ribu barel perhari), harga minyak mentah Indonesia ‘ICP’ (dalam US$/barel), dan Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika.
- Unsur-unsur pengurang bagian pemerintah antara lain: PBB Migas, reimbursemen PPN, PDRD, Fee kegiatan Usaha Hulu Migas, over/under lijing. Sedangkan cost recovery telah diperhitungkan sebagai pengeluaran negara dalam APBN.
- Penerimaan Negara Bukan Pajak: terdiri atas penerimaan dari FTP dan Government share/government take
- Penerimaan pajak: Pph Migas (PPh badan maupun Pph karyawan)
- Penerimaan lainnya: selisih harga DMO