Bojonegoro (beritajatim.com) – Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, mengungkapkan, rencana pemerintah mengeluarkan RUU Pengampunan Nasional yang akan memberikan pengampunan bagi Wajib Pajak Badan/Perusahaan termasuk perusahaan pertambangan sangat tidak adil jika mereka diberikan pengampunan. Selasa (20/10/2015).

“Adanya wacana pemerintah untuk memberikan pengampunan pajak dan kejahatan keuangan lainnya bagi perusahaan tambang adalah akan semakin melanggengkan pelanggaran HAM korporasi tambang di Indonesia,” ujarnya dalam rilis yang diterima beritajatim.com.

Menurutnya, tindakan pengemplangan pajak, transaksi keuangan ilegal oleh perusahaan pertambangan akan semakin menambah panjang daftar aksi kejahatan yang selama ini telah melakukan pengrusakan lingkungan dan kekerasan terhadap aktivis anti-tambang dan HAM. “Maka pengampunan pajak bukanlah solusi tepat,” tambahnya.

Penolakan rencana penerapan RUU Pengampunan Nasional ini juga disampikan oleh Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA), Prastowo. Menurutnya, pengampunan pajak bukan solusi terbaik saat ini untuk memperbaiki penerimaan pajak dan menarik aset WNI di luar negeri. Seharusnya, kata dia, pemerintah lebih fokus kepada aspek penegakan hukum dengan menindak tegas perusahaan pertambangan yang tidak memiliki NPWP dan tidak membayar pajak.

“Ini bisa mendorong penerimaan negara. Selain itu, perbaikan regulasi, sistem administrasi perpajakan dan kelembagaan harus segera dilakukan. Harusnya pemerintah fokus saja pada empat aspek tersebut,” terangnya.

Sementara diketahui, kenaikan aliran uang ilegal khususnya dibidang pertambangan dari Indonesia ke luar negeri mengalami peningkatan. Kurun waktu dari 2003 hingga 2014 mencapai 102,43 persen, atau rata–rata setiap tahun terjadi kenaikan sebesar 8,53 persen. Pada tahun 2003 total aliran uang ilegal di sektor pertambangan ditengarai mencapai Rp 11,80 triliun, sedangkan tahun 2014 naik mencapai Rp. 23,89 triliun.

“Khusus untuk sektor pertambangan (migas, mineral dan batubara/bahan galian), kenaikan aliran uang ilegal sangat fantastis,” kata Peneliti Kebijakan Ekonomi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Wiko Saputra.

Sementara, secara umum, pada tahun 2003 total aliran uang ilegal dari Indonesia ke luar negeri ditengarai mencapai Rp. 141,82 triliun meningkat menjadi Rp. 227,75 triliun pada tahun 2014. Indonesia termasuk lima negara dengan jumlah aliran uang ilegal terbesar di dunia setelah Tiongkok, Rusia, India, dan Malaysia. [uuk]

Dalam kaitannya dengan wacana pengampunan pajak, Forum Pajak Berkeadilan (FPB) menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak RUU Pengampunan Nasional karena tidak mencerminkan keadilan dan menunjukkan bahwa pemerintah menyerah terhadap praktik kejahatan perpajakan dan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan.
2. Meminta kepada pemerintah untuk menindak tegas perusahaan yang tidak patuh dalam pembayaran pajak, perusahaan yang tidak memiliki NPWP dan tidak melaporkan SPT Pajak.
3. Pemerintah perlu membentuk Satuan Tugas Anti Aliran Uang Ilegal.

Sumber: di sini.