Samarinda, 4 Desember 2025 – Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) menyelenggarakan Diskusi Panel Tata Kelola dan Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan Batubara pada awal Desember di Samarinda. Kegiatan ini menjadi ruang dialog strategis yang mempertemukan penegak hukum, akademisi, dan masyarakat sipil untuk membahas tantangan dan upaya penguatan tata kelola sektor pertambangan di Kalimantan Timur.

Kegiatan dibuka oleh Dr. Supardi, S.H., M.H., Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, yang menegaskan pentingnya sinergi lintas aktor dalam mencegah praktik korupsi dan pelanggaran tata kelola di sektor sumber daya alam, khususnya pertambangan batubara yang memiliki risiko tinggi terhadap kerugian negara, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial.

Perspektif Penegakan Hukum Administratif di Sektor Pertambangan

Sebagai pemapar pertama, Andri Budhiman Firmanto, Direktur Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Administratif, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian ESDM, menjelaskan kerangka penegakan hukum administratif dalam sektor pertambangan. Ia memaparkan mekanisme penyelesaian sengketa, penerapan sanksi administratif, serta berbagai tantangan implementasi di lapangan.

Dalam paparannya, ia menyoroti persoalan yang masih kerap terjadi, seperti ketidakpatuhan terhadap kewajiban reklamasi dan pascatambang, permasalahan perizinan, serta pentingnya data dan laporan yang valid sebagai dasar pengambilan keputusan penegakan hukum. Penegakan hukum administratif dipandang sebagai instrumen penting untuk mendorong kepatuhan perusahaan sebelum masuk ke ranah pidana.

Paparan selanjutnya disampaikan oleh Prof. Dr. Muhamad Muhdar, S.H., M.Hum., akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, yang mengulas tantangan tata kelola dan penegakan hukum pertambangan dari perspektif akademik dan hukum. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum, konsistensi kebijakan, serta penguatan peran pemerintah daerah dalam pengawasan pertambangan. Prof. Muhdar juga menyoroti perlunya integrasi antara kebijakan, penegakan hukum, dan perlindungan hak masyarakat, mengingat dampak pertambangan tidak hanya bersifat ekonomi tetapi juga sosial dan lingkungan.

Transparansi Data dan Peran Pengawasan Publik

Dalam sesi berikutnya, Meliana Lumbantoruan, Deputi Direktur PWYP Indonesia, menyampaikan paparan yang menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas sebagai fondasi utama tata kelola pertambangan yang adil dan berkelanjutan. Meliana memaparkan kondisi tata kelola pertambangan batubara di Kalimantan Timur yang ditandai oleh skala produksi yang besar, luas wilayah konsesi yang signifikan, serta kompleksitas perizinan. Kondisi ini, menurutnya, menghadirkan risiko tinggi terhadap praktik-praktik tidak transparan apabila tidak diimbangi dengan sistem pengawasan yang kuat.

“Kalimantan Timur adalah wilayah strategis pertambangan batubara nasional. Tanpa transparansi data dan pengawasan publik yang memadai, potensi pelanggaran tata kelola akan terus berulang dan berdampak langsung pada masyarakat serta lingkungan,” ujar Meliana Lumbantoruan.

PWYP Indonesia menekankan bahwa keterbukaan data, mulai dari perizinan, produksi, hingga penerimaan negara, merupakan prasyarat penting bagi penegakan hukum yang efektif. Dalam konteks ini, Meliana menyoroti peran Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) dan pemanfaatan Portal Data Ekstraktif EITI Indonesia sebagai alat strategis untuk mendukung kerja penegak hukum dan pengawasan masyarakat.

“Data yang terbuka bukan untuk menyalahkan, tetapi untuk mencegah. Ketika data bisa diakses, publik, akademisi, dan aparat penegak hukum dapat bekerja dengan basis informasi yang sama,” tambahnya.

Meliana juga menggarisbawahi berbagai persoalan yang masih ditemukan, seperti ketidaksesuaian data produksi dengan RKAB, lemahnya kepatuhan terhadap kewajiban reklamasi dan pascatambang, serta minimnya informasi publik mengenai tindak lanjut pelanggaran. Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya membuka dan memperkuat kanal pelaporan bagi masyarakat sipil dan komunitas terdampak agar kasus dan kekhawatiran terkait tata kelola pertambangan dapat disampaikan dan ditindaklanjuti secara transparan.

Sebagai penutup sesi panel, perwakilan JATAM Kalimantan Timur menyampaikan perspektif masyarakat sipil berdasarkan pemantauan di tingkat tapak. JATAM menyoroti dampak pertambangan terhadap lingkungan hidup dan ruang hidup masyarakat, serta pentingnya perlindungan bagi warga yang menyuarakan persoalan-persoalan tersebut. JATAM menekankan bahwa partisipasi publik tidak boleh berhenti pada forum diskusi, tetapi harus diikuti dengan mekanisme pengaduan yang aman, responsif, dan memiliki tindak lanjut yang jelas.

Memperkuat Kolaborasi untuk Tata Kelola yang Berkeadilan

Diskusi panel ini menegaskan bahwa penguatan tata kelola dan penegakan hukum sektor pertambangan batubara membutuhkan kolaborasi berkelanjutan antara penegak hukum, pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil. Transparansi data, penegakan hukum yang konsisten, serta partisipasi publik menjadi elemen kunci dalam mencegah korupsi dan pelanggaran tata kelola di sektor ekstraktif.

Melalui kegiatan ini, Kejati Kaltim bersama para pemangku kepentingan diharapkan dapat mendorong praktik pertambangan yang lebih akuntabel, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan, khususnya di Kalimantan Timur.

Penulis: Meliana Lumbantoruan

Privacy Preference Center

Skip to content