Sepanjang Tahun 2018, sektor energi, migas dan pertambangan diwarnai oleh berbagai peristiwa-peristiwa yang dapat dipandang dari berbagai sisi, mulai dari aksi dan strategi korporasi, hingga tata kelola dan regulasi.
Rampungnya proses divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI0 di penghujung tahun 2018 menjadi kabar penutup tahun yang diapresiasi sejumlah kalangan. Inalum pada Jumat (21/12), resmi meningkatkan kepemilikannya di PTFI dari 9,36 persen menjadi 51 persen dengan membayar AS$3, 85 miliar atau sekitar Rp55 triliun dan menjadi pengendali perusahaan yang memiliki tambang Grasberg di Papua dengan kekayaan emas, perunggu dan perak sebesar Rp2.400 triliun hingga 2041.
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan berupaya menjamin penerimaan negara dari PTFI menjadi lebih besar setelah proses pengalihan saham mayoritas (divestasi) kepada holding industri pertambangan PT Inalum (Persero) tuntas. Pemerintah menggunakan sistem pajak nail down atau persentase setiap komponen pajak bersifat tetap untuk menghitung penerimaan negara dari tambang PT Freeport Indonesia.
Apakah hanya saham Freeport Indonesia menjadi yang menarik sepanjang 2018? Publish What You Pay Indonesia, sebagaimana dikutip dari Antara, memiliki beberapa pandangan atas capaian sektor energi dan mineral sebagai salah satu evaluasi dari kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo itu.
Sepanjang Tahun 2018, sektor energi, migas dan pertambangan diwarnai oleh berbagai peristiwa-peristiwa yang dapat dipandang dari berbagai sisi, mulai dari aksi dan strategi korporasi, tata kelola dan regulasi, hilirisasi, fiskal dan perekonomian, aspek sosial dan lingkungan, hingga aspek penegakan hukum. Sektor yang dipandang siginifikan mempengaruhi kondisi makro ekonomi ini, sedikit banyak mempengaruhi suhu politik dan percaturan bisnis di dalam negeri, yang tentunya sangat berdampak pada kondisi sosial masyarakat dan daya tahan lingkungan hidup.
Pada aspek aksi dan strategi korporasi, tahun 2018 diwarnai oleh peristiwa penataan korporasi besar milik negara, berupa pembentukan BUMN holding migas nasional yang diperankan oleh Pertamina, penyelesaian proses divestasi Freeport melalui BUMN holding tambang Inalum, penyelesaian proses renegosiasi dan amandemen Kontrak Karya Pertambangan ataupun perubahan Kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan, hingga proses terminasi, perpanjangan, maupun penawaran Kontrak Bagi Hasil Migas (Production Sharing Contract) menggunakan skema baru Gross Splits.
Pada aspek tata kelola dan regulasi, tahun ini dilakukan evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) KPK di sektor pertambangan dan energi, penerbitan sistem integrasi perizinan dan pengawasan usaha pertambangan, termasuk kebijakan satu peta.
Terbitnya peraturan presiden tentang prinsip-prinsip mengenali dan pembukaan kepemilikan beneficial ownership untuk pencegahan tindak korupsi dan aliran dana ilegal, terbitnya beberapa peraturan menteri yang mengatur sektor energi migas pertambangan, hingga belum selesainya revisi UU Migas dan Minerba di DPR RI juga menghiasi dinamika sektor energi, migas dan pertambangan Indonesia.
Industri hilir, fiskal dan perekonomian, tahun ini tidak banyak kemajuan di bidang hilirisasi dan peningkatan nilai tambah sektor mineral maupun pertambangan, serta sektor hilir yang diwarnai oleh pewajiban penggunaan biodiesel kandungan 20 persen (B20) dari CPO. Kebijakan perluasan mandatori B-20 ternyata belum mampu untuk menyelesaikan persoalan perluasan lahan sawit yang menjadi penyebab utama deforestasi.
Dari draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Minyak dan Gas Bumi yang diperoleh Hukumonline, terdapat sejumlah pengaturan yang berkaitan dengan kegiatan usaha hilir minyak bumi dan gas bumi. Setidaknya, kegiatan usaha hilir minyak bumi mencakup beberapa hal, mulai pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, distribusi dan niaga. Terhadap kegiatan usaha hilir minyak bumi dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta nasional dan asing, dan/atau koperasi.
Sementara jaringan distribusi minyak bumi dikuasai oleh negara. Begitu pula pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah pusat melalui BUMN di bidang hulir minyak bumi dalam pelaksanannya. Nah dalam melaksanakan kegiatan usaha hilir minyak bumi dilakukan oleh badan usaha yang telah mengantongi izin usaha.
Izin tersebut antara lain, izin usaha pengolahan, pengangkutan/distribusi, penyimpanan, niaga dan ekspor. Izin usaha tersebut setidaknya memuat ketentuan nama penyelenggara, jenis usaha yang diberikan, kewjaiban dalam pengusahaan dan syarat-syarat teknis lainnya. Dalam melaksanakan kegiatan dengan izin usaha sesuai dengan ketentuan dalam penyelenggaraan usaha hilir minyak bumi. Dengan kata lain izin usaha hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Terhadap kegiatan pengolahan di lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri sebagaimana kelanjutan dari eksplorasi dan eksploitasi dilakukan kontraktor kontrak kerjasama, ternyata tidak diperlukan izin usaha sendiri. Pemerintah pusat dalam memberikan izin usaha niaga menetapkan wilayah usaha niaga jenis bahan bakar minyak di dalam negeri.
Sementara terhadap standar, mutu dan harga bahan bakar minyak serta hasil olahan pun diatur cukup detail. Bahan bakar minyak serta hasil olahan yang dipasarkan di dalam energi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, wajib memenuhi standar dan mutu, yakni sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat mengatur dan/atau menetapkan harga bahan bakar minyak yang sama dengan pemberlakuannya di seluruh wilayah Indonesia. Sementara dalam rangka pemerataan akses yang sama terhadap bahan bakar minyak, pemerintah pusat dapat menetapkan insentif terhadpa badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha hilir minyak bumi, yakni di daerah tertentu dan peruntukannya bagi golongan masyarakat tertentu.
Soal penetapan harga bahan bakar yang peruntukannya bagi seluruh wilayah Indonesia, dalam RUU ini mesti mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu. Kemudian soal harga bahan bakar minyak yang peruntukannya bagi seluruh wilayah Indonesia dan golongan masyarakat tertentu, yakni bahan bakal minyak jenis tertentu. “Kecuali hasil olahan lainnya,” begitu bunyi penggalan Pasal 23 RUU.
Perancang UU pun mengatur soal ketersediaan dan penyaluran bahan bakar minyak. Pemerintah pusat melalui Badan Usaha Khusus (BUK) Minyak dan Gas (Migas) berkewajiban membangun infrastruktur kilang bahan bakar minyak secara efisien, sampai terpenuhinya seluruh kebutuhan bahan bakar minyak di dalam negeri. Selain itu, pemerintah pusat melalui BUK berkewajiban menjadi ketrsediaan dan kelancaran pendistribusian bahan bakar minyak di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur kilang bahan bakar minyak, dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD, badan usaha swasta nasional, badan usaha swasta asing, atau koperasi melalui mekanisme kerjasama dengan BUK Migas. Pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak melalui pembangunan infrastruktur kilang bahan bakar minta mesti rampung dibangun setidaknya paling lama 10 tahun terhitung sejak UU tentang Migas Bumi diberlakukan.
Dalam melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, serta usaha penunjang, BUMN, BUMD, badan usaha swasta, dan/atau koperasi wajib meningkatkan kapasitas nasional. Peningkatan kapasitas nasional ini dilakukan dengan cara, pertama, penggunaan tenaga kerja Indonesia dengan meningkatkan sumber daya manusianya.
Kedua, penggunaan barang, jasa, teknologi dan kemampuan rekayasa dan serta rancang bangun dalam negeri. Ketiga, penggunaan perbankan dan asuransi nasional. Khususnya dalam kegiatan ekspor minyak dan gas bumi. Keempat, melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang minyak dan gas bumi kepada perusahaan mitranya. Kelima, melakukan pengembangan masyarakat sekitar. Keenam, pengunaan standar nasional Indonesia dan penerapan standar kompetensi kerja nasional. (ANT)
Sumber: Hukum Online