law-justice.co – Mekanisme cost recovery digadang-gadang sebagai penopang eksplorasi migas nasional. Negara menjamin biaya operasi dan investasi perusahaan migas agar mereka berani mengambil risiko mencari sumber minyak yang belum tentu ada hasilnya. Namun dalam praktik, sistem penggantian biaya dari negara itu sering kali berubah menjadi lahan subur pembengkakan anggaran. Tahun 2025, temuan Badan Pemeriksa Keuangan kembali memantik alarm serius.
BPK menemukan kelebihan pembebanan cost recovery senilai USD 10.012.328,97 (sekitar Rp160 miliar) pada tahun 2022 untuk insentif pegawai. Angkanya bukan hanya besar, tetapi mencerminkan pola. Ada 15 perusahaan migas di bawah SKK Migas yang membebankan insentif pegawai internal sebagai bagian dari cost recovery. Singkatnya, bonus pegawai ikut ditagihkan ke negara.
Semua bermula dari audit reguler BPK. Dokumen belanja cost recovery 2022 terlihat normal di permukaan. Namun tim auditor melihat satu baris yang janggal: “insentif kinerja tahunan”. Biaya semacam ini biasanya tidak muncul dalam cost recovery karena menyangkut hal personal korporasi, bukan aktivitas eksplorasi atau produksi. Keanehan itu mengarah pada nilai yang jauh lebih besar dari sekadar kesalahan teknis. Ketika ditelusuri, total pembebanan insentif kinerja pegawai mencapai lebih dari sepuluh juta dolar.
Pengamat energi Fahmy Radhi menekankan temuan terkait cost recovery di SKK Migas bukan pertama kali. Modusnya adalah peruntukkan cost recovery itu tidak sesuai seharusnya. “Dan itu terjadi karena ada mufakat jahat antara pengusaha minyak tadi dengan pihak-pihak terkait yang mengakomodir kepentingan anggaran cost recovery,” kata Fahmi pada Jumat (22/11/2025).
Dia menjelaskan, selain cost recovery, ada pula skema gross split, yang semua operasional ditanggung investor atau swasta dengan nantinya pembagian laba lebih timpang kepada pemodal. Mekanisme ini negara tidak mengeluarkan biaya apapun, hanya menyediakan sumber daya alam yang dieksplorasi dan dieksploitasi. “Nah ada penyimpangan di mekanisme cost recovery, karena investor lebih menyukai mekanisme tersebut. Karena celah penyimpangan tidak sulit dilakukan,” kata dia.
Dia menekankan pula bahwa mekanisme cost recovery itu intinya penggantian segala dana yang dikeluarkan pihak swasta oleh negara setelah pihak swasta menemukan sumber minyak mentah. “Nah untuk apa saja cost recovery dibayarkan itu sudah diatur sebenarnya dan dibutuhkan persetujuan yang melibatkan pejabat di Kementerian ESDM. Sehingga terbuka ruang kolusi antara pejabat dengan pengusaha untuk pembengkakan cost recovery,” ujar dia.
Saat ditanya apakah insentif atau bonus tenaga kerja pihak kontraktor termasuk beban cost recovery, Fahmy menjelaskan ada komponen investment expenditure dan operational expenditure. “Jadi pengeluaran untuk investasi dan biaya operasional. Insentif atau bonus untuk pekerja sebagai cost recovery semestinya tidak termasuk ya. Karena dulu ada suatu kerja sama dengan KKKS untuk biaya main golf dibebankan ke cost recovery karena itu tidak termasuk komponen dalam investment expenditure dan operational expenditure tadi,” kata dia.
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan kelebihan pembebanan insentif kinerja pada 15 KKKS senilai USD10,012,328.97 pada periode 2022. Beban insentif kinerja internal yang menjadi mitra pemerintah di bawah SKK Migas-yang dinaungi Kementerian ESDM ini dicatat sebagai cost recovery, yang sejak dulu jamak hanya menyoal operasional pihak kontraktor dalam menemukan sumber minyak, alih-alih urusan internal pekerja pihak mitra pemerintah.
Namun, dalam audit BPK 5/LHP/XX/01/2025 yang terbit pada Januari 2025, untuk dapat dibebankan sebagai cost recovery, insentif yang diajukan oleh KKKS harus dianggarkan terlebih dahulu pada WP&B agar disepakati besar koefisien pengali upah dasar untuk penghitungan insentif. Atas dasar perhitungan tersebut, KKKS akan membayarkan insentif kinerja tahunan masing -masing tenaga kerjanya.
Terdapat dua KKKS yang telah membebankan insentif sebagai cost recovery pada 2022 senilai USD 3,246,495.91. Namun atas beban tersebut belum disetujui oleh SKK Migas, yaitu pada PT Pertamina EP Cepu ADK senilai USD129,456.60 dan pada PT PHE WMO senilai USD3,117,039.31. Beban cost recovery tersebut merupakan beban atas pembayaran insentif tenaga kerja KKKS untuk Tahun 2022.
Dari hasil konfirmasi dengan fungsi yang menangani penggajian pada masing – masing KKKS diketahui bahwa pembebanan insentif tersebut belum mendapatkan persetujuan dari SKK Migas. Pembebanan tersebut dilakukan berdasarkan realisasi pembayaran insentif sesuai dengan koefisien pengali upah dasar yang disepakati dalam WP&B.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa PT Pertamina EP Cepu dan PT PHE WMO telah menyampaikan permohonan persetujuan insentif kepada SKK Migas, namun sampai dengan pemeriksaan berakhir belum terdapat persetujuan anggaran dari Divisi Sumber Daya Manusia dan Organisasi SKK Migas. Terlebih, terdapat pembebanan insentif sebagai cost recovery tahun 2022 yang melampaui persetujuan anggaran SKK Migas senilai USD6,432,183.01.
Seturut itu ada sejumlah KKKS yang bermitra dengan SKK Migas yang terindikasi membebankan biaya cost recovery yang melampaui nilai persetujuan. Korporasi itu mulai dari BP Berau Ltd, Husky -CNOOC Madura Ltd, Medco E&P. Di BP Berau Ltd terdapat kelebihan pembebanan cost recovery senilai USD1,721,301.30. Berikutnya, grup Medco dengan tujuh entitas bisnisnya mencapai Rp112.137.744.295,00. Adapun kelebihan pembebanan cost recovery di Pertamina tembus USD2,343,388.34 dan Rp27.285.202.795,87 untuk PT PHE.
Ditambah pula, auditor menemukan beban insentif khusus lainnya yang tidak sesuai ketentuan senilai USD333,650.05. Berdasarkan PTK SKK Migas Nomor PTK -018, diantaranya dijelaskan bahwa KKKS dapat memberikan insentif kinerja khusus yang diberikan sebagai apresiasi khusus atas pencapaian target kinerja yang tertentu di luar target yang menjadi acuan dalam insentif kinerja tahunan. “Namun, realisasi pemberian insentif khusus tersebut dapat dibebankan sebagai cost recovery jika mengacu pada kebijakan terstruktur KKKS dan telah mendapatkan persetujuan SKK Migas,” petikan laporan BPK.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat cost recovery atas beban insentif khusus lainnya yang tidak melalui persetujuan SKK Migas dan melebihi persetujuan WP&B senilai USD333,650.05, yaitu pada PT Seleraya Merangin Dua senilai USD28,319.13 , pada PT Pertamina EP Cepu ADK senilai USD66,341.92, dan pada BP Berau Ltd senilai USD238,989.00.
BPK lantas menekankan kondisi kelebihan bayar dari mekanisme cost recovery tidak sesuai dengan PP Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 27 Tahun 2017. Persisnya, pada Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan operasi perminyakan, kontraktor wajib menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran.

Pembebanan cost recovery ini tak selaras dengan Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa kontraktor mendapatkan kembali biaya operasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui oleh Kepala Badan Pelaksana, setelah wilayah kerja menghasilkan produksi komersial. “Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pembebanan cost recovery untuk insentif kinerja senilai USD 10,012,328.97 (USD3,246,495.91+USD6 ,432,183.01+USD333,650.05 ),” tulis BPK.
Dalam laporan tersebut juga dikutip tanggapan dari KKKS terhadap temuan tersebut. Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu ADK menyatakan bahwa berdasarkan notulen rapat WP&B SDM Tahun 2022 Nomor 080/PD/RKA -SDM/2021 tanggal 28 Desember 2021, PT Pertamina EP Cepu ADK telah mendapatkan persetujuan insentif. PT Pertamina EP Cepu ADK telah melakukan pengajuan usulan pembayaran insentif kepada fungsi SDM SKK Migas dan akan berkoordinasi lebih lanjut dengan fungsi SDM SKK Migas.
Direktur Utama PT PHE WMO menyatakan bahwa berdasarkan notulen rapat WP&B SDM Tahun 2022 Nomor 080/PD/RKA-SDM/2021 tanggal 28 Desember 2021, PT PHE WMO telah mendapatkan persetujuan insentif. PT PHE WMO telah melakukan pengajuan usulan pembayaran insentif kepada fungsi SDM SKK Migas dan akan berkoordinasi lebih lanjut dengan fungsi SDM SKK Migas.
Head of Control BP Berau Ltd diantaranya menyatakan bahwa biaya insentif kinerja annual cash bonus dan energize point merupakan bagian dari personnel expenses yang realisasinya masih lebih rendah dari yang dianggarkan, sehingga BP Berau Ltd berpendapat bahwa pembebanan biaya tersebut telah sesuai dengan ketentuan karena telah mendapat persetujuan WP&B dan tidak terdapat realisasi biaya yang melebihi persetujuan WP&B.
Senior Manager Financial Excellence & Compliance PT Medco E&P Indonesia menyampaikan akan melakukan penelusuran lebih lanjut terkait permasalahan kelebihan pembebanan insentif kinerja.
VP Finance PT Selaraya Merangin Dua menjelaskan bahwa biaya tersebut merupakan merit increase dan promote increase yang anggarannya telah disetujui pada pembahasan WP&B Tahun 2022. Biaya tersebut terdiri atas general increase sesuai inflasi Tahun 2021 sebesar 1,7% untuk seluruh pegawai dan additional reward berdasarkan kinerja pegawai selama 12 bulan dengan fix amount sebesar Rp7.000.000,00 untuk pegawai di Jakarta dan lapangan.
Direktur PT PHE Siak dan Direktur PT PHE Kampar diantaranya menjelaskan bahwa telah menindaklanjuti sebagian kelebihan pembebanan insentif senilai dan sisa dari kelebihan akan dilakukan koreksi pada Triwulan IV Tahun 2024.
Chief Audit Executi ve PT Pertamina EP diantaranya menyatakan bahwa i nsentif kinerja Tahun 2022 yang telah disetujui SKK Migas dikonversi dengan menggunakan kurs rata-rata transaksi sepanjang Tahun 2022.
SKK Migas menyatakan bakal meminta KKKS untuk melakukan rekonsiliasi perhitungan besaran nilai insentif yang nyata dibayarkan untuk dibandingkan dengan besaran pagu insentif yang disetujui SKK Migas sesuai persetujuan yang telah diberikan SKK Migas. “Terhadap nilai pembayaran yang melebihi pagu, maka akan menjadi bahan pembahasan antara SKK Migas dan KKKS karena merupakan hal yang dimaksudkan akan tidak recoverable,” petik klarifikasi SKK Migas.
Adapun terkait dengan insentif khusus lainnya yang dapat dilakukan cost recovery, pihak SKK Migas bakal meminta KKKS untuk melakukan rekonsiliasi perhitungan besaran nilai insentif yang nyata dibayarkan untuk dibandingkan dengan besaran pagu insentif yang disetujui SKK Migas sesuai persetujuan yang telah diberikan SKK Migas.
Celah Ruang untuk Korupsi
Mekanisme cost recovery memposisikan KKKS sebagai pihak yang menghitung sendiri biaya operasi, lalu negara mengganti setelah wilayah produksi menghasilkan minyak atau gas. Persetujuan SKK Migas seharusnya menjadi kontrol. Tetapi ketika penganggaran bisa dinegosiasikan, terbuka ruang permainan. Fahmy Radhi tidak kaget dengan temuan BPK ini. “Mekanisme cost recovery memang rawan kolusi. Jika persetujuan anggaran bisa ‘diatur’, cost recovery bisa dibengkakkan dengan sangat mudah,” ujarnya
Fahmy bahkan mengingat kasus masa lalu ketika biaya main golf petinggi perusahaan hampir dibebankan ke cost recovery. “Jika bonus karyawan saja bisa ditagihkan ke negara, maka ruang penyimpangan sudah masuk tahap kronis,” imbuhnya.
Menurutnya, dengan adanya temuan BPK bisa menjadi penggerak KPK atau Kejaksaan Agung untuk mengusut siapa yang terlibat. Intinya penyimpangan yang diduga terjadi mesti ada penegakan hukumnya. “Karena kasus korupsi di dunia migas pasti melibatkan banyak pihak, tidak hanya pengusaha dan kementerian terkait, tapi bisa melibatkan institusi nonkementerian seperti anggota DPR,” ujarnya.
Senada, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Aryanto mengatakan, celah dalam mekanisme cost recovery memang terbuka lebar di dunia minyak dan gas. Sebab, sifatnya tidak terdigitalisasi, sehingga membuka ruang praktik penyimpangan. “Proses pengadaan barang dan jasa maupun pembayaran yang sifatnya digital saja masih ada celahnya, apalagi yang serba konvensional,” kata dia pada Jumat (22/11).
Oleh karena itu, menurutnya, temuan BPK mesti menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk mengusut bagaimana modus penyimpangan terjadi. Apakah ada permufakatan antara pihak terkait, atau memang salah administrasi. “Tapi kalau salah administrasi atau prosedur rasanya akan sulit karena jumlah kelebihan atau beban bayarnya bukan ratusan juta, tapi miliaran,” ungkapnya.
Revisi Aturan atau Pengakkan Hukum?
Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Pattijaya mengatakan bila sebaiknya temuan BPK tersebut harus ditindaklanjuti oleh korporasi tersebut. Selain itu, ia juga menyatakan ada beberapa laporan ketika Komisi XII DPR RI melakukan rapat dan kunker terkait permasalahan pada migas. “Ya kalau ada temuan BPK harus ditindaklanjuti,” kata Bambang ketika dikonfirmasi, Kamis (20/11/2025).
Bambang juga mendesak pemerintah memperketat pengawasan terhadap proyek migas menyusul munculnya sejumlah persoalan lingkungan dan keselamatan kerja yang melibatkan dua kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), pada beberapa korporasi. Bambang menyatakan bila lemahnya pengawasan dan pelanggaran aturan di lapangan berpotensi merugikan masyarakat dan mencoreng wajah industri migas nasional.
Menurutnya, pengawasan lintas lembaga harus diperkuat agar seluruh kegiatan eksplorasi dan produksi migas berjalan sesuai dengan ketentuan lingkungan dan keselamatan publik. Ia meminta Kementerian ESDM, SKK Migas, dan Kementerian Lingkungan Hidup serta Badan Pengendalian Lingkungan Hidup untuk berkoordinasi secara intensif mengawasi tata kelola perusahaan migas di daerah. “Pengawasan lingkungan harus diperketat agar tidak ada lagi dampak pencemaran atau pelanggaran di lapangan. Ini menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan pelaku usaha,” tegasnya.
Selain menyoroti aspek lingkungan, Bambang juga meminta Dirjen Migas dan Kepala SKK Migas segera berkoordinasi dengan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) untuk mengevaluasi pembangunan pipa gas bumi milik PT Jadestone Energy yang melintas di area jalan nasional. Evaluasi ini diperlukan untuk memastikan aspek keamanan infrastruktur dan keselamatan masyarakat di sekitar proyek. “Komisi XII akan terus mengawal hak-hak masyarakat terdampak agar pembangunan energi nasional tidak mengorbankan kesejahteraan warga sekitar,” ujarnya.
Selain itu, Politisi Partai Golkar tersebut menyebut bila berbicara mengenai permasalahan migas, percepatan pembangunan infrastruktur energi seperti pipa gas, fasilitas regasifikasi, dan jaringan distribusi gas juga harus menjadi perhatian serius. Ia memperingatkan keterlambatan pembangunan infrastruktur berpotensi mengganggu ketahanan energi nasional. “Dalam beberapa tahun terakhir, kami menghadapi berbagai kendala mempercepat pembangunan infrastruktur gas. Ini harus segera diatasi untuk memastikan pasokan energi nasional tetap aman,” katanya.
Sementara itu, terkait permasalahan yang terjadi di SKK Migas, Anggota Komisi XII DPR RI Sartono Hutomo mengatakan perlunya perbaikan di sektor migas. Hal tersebut penting, mengingat permasalahan di sektor migas ini kerap kali terjadi. Untuk itu, Sartono mengatakan bila revisi UU Migas bisa menjadi kunci untuk memperbaiki sektor migas nasional.
Dia membeberkan sederet manfaat dari revisi Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas Bumi. Menurut Sartono, revisi Undang-Undang (UU) Minyak dan Gas Bumi perlu dilakukan untuk menciptakan regulasi yang lebih adaptif dan memberikan kepastian jangka panjang bagi investor. “Diperlukan untuk menghadirkan aturan yang jelas mengenai tata kelola migas,” kata Sartono ketika dikonfirmasi, Kamis (20/11/2025).
Lebih lanjut, Sartono menjelaskan, Revisi Undang-Undang Migas (RUU Migas) juga diperlukan guna bisa mendongkrak investasi migas di Indonesia dan memperbaiki tata kelola migas. Politisi Senior Partai Demokrat tersebut menuturkan bila Revisi Undang-Undang Migas akan menciptakan regulasi yang lebih kompetitif, stabil, dan transparan untuk sektor migas. “Penyederhanaan birokrasi seperti ‘one-stop service’ untuk izin usaha,” tuturnya.
Selain itu, Sartono juga mengusulkan, adanya pembahasan soal insentif fiskal yang menarik hingga jaminan contract sanctity untuk menggaet investor di dalam wacana revisi Undang-Undang Migas. “Saya berharap permasalahan yang ada di sektor migas ini bisa dituntaskan,” ucapnya.
Cost recovery sejatinya bermanfaat untuk mendongkrak produksi migas nasional. Tetapi mekanisme yang tidak transparan selalu membuka peluang untuk diselewengkan. Hari ini, negara mungkin membayar insentif karyawan migas. Besok, bisa jadi ada biaya makan malam, bonus tahunan, atau sesuatu yang lebih besar, selama masih bisa disisipkan ke dalam laporan biaya produksi. Apakah sistem ini akan dibenahi? Apakah pelakunya akan dimintai pertanggungjawaban?
Celah yang membuka ruang korupsi inilah yang mesti segara ditutup. Meskipun, skema ini menjaid stimulus bagi invetor, namun jika ternyata celah korupsi selalu dilestarikan, hal ini tentunya akan mengganggu keuangan negara. Selain itu, ketegasan pemerintah terhadap regulator dan operator sektor migas perlu ditunjukkan sedari awal. Jika di sisi cost recovery saja sudah terjadi kebocoran, bagaimana bisa menjamin kalau dalam operasional tidak ada ruang korupsi?.
Sumber: Law Justice