Banda Aceh, (Analisa).

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh melaksanakan pelatihan tata kelola sektor ekstraktif dan perhitungan penerimaan bagi hasil minyak dan gas bumi (Migas) dan pertambangan di Aceh bagi pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat karena hingga saat ini masih ditemukan daerah di Aceh yang belum terbuka dan transparan dalam publikasi penerimaan daerah dari sektor ekstraktif.

“Sikap transparan sebenarnya bisa dilakukan melalui media massa, situs internet maupun publikasi di kabupaten,” ujar Project Officer Program GeRAK Aceh, Hayatuddin, saat pelatihan di Banda Aceh baru-baru ini.

Pelatihan itu dilaksanakan 23-25 Desember 2013, dengan peserta berasal dari perwakilan Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten (Pemkab) Aceh Besar, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Aceh Barat Daya (Abdya) dan Aceh Selatan serta masyarakat dan LSM di Aceh.

Pemateri berasal dari Koordinator Publish What You Pay (PWYP), Maryati Abdullah, Research and Advocacy Officer IESR, Morentalisa Hutapea, dan Ridaya Laodengkowe serta Dhanny Tantri.

Kondisi lain di Aceh, papar Hayatuddin, terkait banyaknya perusahaan pertambangan yang muncul pascakonflik, namun tidak dibarengi dengan informasi yang cukup dalam perhitungan dan aliran pendapatan bagi pemerintah.

“Pelatihan ini untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kebijakan sektor ekstraktif di Aceh. Karena selama ini, masyarakat belum sepenuhnya mengerti tentang dana dari sektor ini,” ujarnya.

Berbagai persoalan

Menurut Distamben Aceh Timur, Hasdiansyah Mulyadi, saat ini di Aceh Timur ada tiga sumur di Blok Pase dan bagi hasil selama ini untuk daerah kembali dalam bentuk proyek setelah masuk ke dalam rekening Provinsi Aceh.

“Dari bagi hasil selama ini, dana yang kembali ke daerah dalam bentuk proyek, bukan dalam bentuk dana. Karena saat pelaksanaan proyek masih ada pemotongan atau disunat lagi sehingga pelaksnaan proyek tidak maksimal diserap oleh daerah,” ujarnya.

Selain itu, Zulfan Diara dari Dinas ESDM Aceh Tengah, mengatakan, selama ini dana bagi hasil migas banyak diterima untuk jabatan struktural bukan untuk rakyat secara umum. “Seharusnya dana yang diterima dari sektor ini bisa bermanfaat sangat besar bagi masyarakat bukan disalahgunakan,” harapnya.

Untuk kontrak karya (KK), Ubairizal dari Distamben Abdya mengharapkan pemerintah pusat terbuka dan transparan dalam kontrak karya pertambangan. “Karena selama ini, kontrak karya berada di pemerintah pusat,” tuturnya.

Perusahaan pertambangan PT Mifa Bersaudara, Gunawan Adnan, menyatakan pihaknya setiap selesai melakukan eksploitasi langsung melakukan reklamasi sehingga lahan dan lokasi yang sudah digunakan oleh perusahaan akan kembali lebih baik dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. (rfl)

Sumber : Harian Analisa