Pekanbaru – Sebagaimana diketahui, kontrak PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) dalam pengelolaan Wilayah Kelola Minyak dan Gas Bumi (WK Migas) Rokan akan berakhir pada 8 Agustus 2021.  Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) melalui surat nomor 1923K/10/MEM/2018 tanggal 6 Agustus 2018, telah menetapkan PT Pertamina (Persero) atau afiliasinya (100%) ditetapkan sebagai pengelola WK Rokan selanjutnya. Saat ini proses Alih Kelola WK Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) kepada PT Pertamina Hulu Rokan tengah berjalan.

WK Migas Rokan termasuk salah satu blok migas yang subur dengan total 96 lapangan yang dikelola. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat kapasitas produksi minyak WK Migas Rokan mencapai 170.000 BOPD (Juli, 2020). Kontribusinya sebesar 26% terhadap total produksi migas di Indonesia. Dalam konteks industri ekstraktif, nilai strategis Blok Rokan setara dengan Wilayah Pertambangan yang dikelola PT. Freeport Indonesia.

Bagaimana upaya mengoptimalkan Wilayah Kelola Minyak dan Gas Bumi (WK Migas) Rokan agar bermanfaat bagi masyarakat Riau? Apa saja peluang dan tantangannya? Demikian sejumlah pertanyaan yang dibahas dalam Webinar bertajuk “Optimalisasi Potensi WK Migas Rokan Bagi Masyarakat Riau” pada Rabu (15/7/2020) yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) bekerjasama dengan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Selain secara virtual (webinar), kegiatan ini juga dilakukan secara offline di Ruang Rapat Medium Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau dengan menggunakan protokol pencegahan penyebaran Covid-19.

Sejumlah narasumber hadir dalam kegiatan tersebut, diantaranya Edi Natar Nasution (Wakil Gubernur Riau), Budiman Parhusip (Dirut Pertamina Hulu Energi), Satya Widya Yudha (Penasihat Ahli SKK Migas), Maryati Abdullah (Koordinator PWYP Indonesia) serta Chaidir (Ketua FKPMR Provinsi Riau). Ego Syahrial yang menjabat Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi mewakili Kementerian ESDM yang diharapkan bisa memberikan materi tidak muncul dalam kegiatan dimaksud. Sedangkan Azlaini Agus, mantan Ombudsman RI bertindak sebagai moderator.

Edy Natar Nasution, Wakil Gubernur Provinsi Riau, dalam sambutannya mengungkapkan sejumlah strategi yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dalam mengoptimalkan pengelolaan WK Migas Rokan bagi masyarakat. Diantaranya, mendorong dan memfasilitasi percepatan proses transisi (pengalihan) pengelolaan WK Migas Rokan antara PT. CPI dan PT. Pertamina Hulu Rokan agar berjalan lancar, sehingga produksi/lifting minyak bumi dapat terjaga; memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Riau yang bergerak disektor Migas dalam rangka mengimplementasikan paradigma “Daerah Penghasil Energi (Migas) seharusnya mendapatkan prioritas manfaat energi”.

“Pemerintah Riau mendorong dan memfasilitasi percepatan proses pengalihan Participating Interest (PI) 10% WK Migas Rokan; menyiapkan keikutsertaan BUMD dalam pengelolaan Blok Rokan melalui mekanisme “B to B “, atau BUMD bekerjasama dengan pihak lain dalam hal pendanaan dan teknis operasional untuk B to B dengan PT. Pertamina Hulu Rokan; menyiapkan BUMD Riau agar aktif dalam kegiatan Bisnis Usaha Hulu dan Hilir Migas serta Jasa Penunjang Migas; dan mendorong pelibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota daerah penghasil migas mengkoordinir dan mensinergi Program CSR pada WK Migas Rokan dengan program pembangunan daerah. ungkap Edy.

Lebih lanjut, Edy Natar Nasution mengingatkan bahwa sekitar 65-85% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau masih bergantung pada Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Sehingga perlu kesaamaan perspektif oleh seluruh pemangku kepentingan, agar WK Migas  Rokan benar-benar optimal dan bermanfaat bagi masyarakat. Apalagi dengan kondisi harga minyak mentah di pasar internasional saat ini yang tidak mencapai asumsi pada APBN 2020, ditambah dengan pandemik covid-19 telah berdampak langsung terhadap penerimaan DBH untuk daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Riau.

Satya Widya Yudha, Penasehat Ahli Kepala SKK Migas menjelaskan bahwa proses alih kelola WK Rokan dari PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) ke PT. Pertamina Hulu Rokan tengah berjalan dan sangat intensif. Difasilitasi oleh SKK Migas sebagai institusi yang melakukan supervisi kegiatan hulu migas di Indonesia, dibentuklah Steering Committee yang terdiri dari CPI, Pertamina dan SKK Migas.

“Stering Commite ini nanti akan menentukan hak-hak dan kewajiban terhadap Chevron saat dilakukan serah terima pengelolaan ke PT.Pertamina. Harapan kita transisi ini berjalan baik, produksi tetap berjalan dan investasi tetap berlangsung,” ujarnya.

Meskipun produksi minyak mengalami penurunan, SKK Migas berusaha mewujudkan jumlah produksi minyak ke 1 juta barel/hari secara nasional yang pernah menggema selama ini. Satya tak menafikan bahwa posisi cadangan minyak nasional yang berkurang dari waktu ke waktu secara alami perlu dilakukan usaha agar laju pengurangan cadangan tersebut tidak berlangsung lama. Salah satu usaha tersebut adalah membuka sumur-sumur baru yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Blok Rokan mempunyai kontribusi besar dalam pencapaian 1 juta/hari yang akan dicapai sampai tahun 2030 dan masih cukup signifikan untuk dikembangkan walaupun berumur tua. Namun dengan penggunaan teknologi dan pengelolaan yang baik, produksi bisa digenjot lebih baik.

Namun demikian Satya Widya Yudha mengingatkan sejumlah key point agar pengelolaan WK Migas Rokan optimal. Dukungan semua pihak, termasuk daerah, agar proses alih kelola dan alih operasi WK Migas Rokan berjalan dengan baik dan lancer. Diperlukan komunikasi yang membangun antar para pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan. Managing expectation, mengingat pengelolaan lanjut WK Rokan juga masih memiliki risiko yang cukup besar dan terdapat tantangan-tantangan yang tidak mudah.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Utama PT. Pertamina Hulu Energi, Budiman Parhusip. Budiman berharap masa transisi alih kelola Blok Rokan ini berjalan dengan lancar dan produksi tidak menurun secara drastis.

“Ketika terjadi perubahan status pengelolaan dan Pertamina menjadi operator WK Rokan, ke depan kita akan melakukan peningkatan pengeboran sumur dari 175-180.000/barel oil/day akan ditingkatkan menjadi 190-200.000/barel oil/day.” katanya.

Dalam pengelololaan WK Rokan ini, keterlibatan perusahaan lokal sangat diperlukan. Ini perlu dipikirkan oleh pemerintah provinsi Riau sehingga bisa secara maksimum berkontribusi dalam menyediakan barang dan jasa yang akan diperlukan dalam operasional Blok Rokan. Dengan demikian akan menggerakkan perekonomian masyarakat Riau, mengembangkan kemampuan lokal dan teknologi yang bisa dikuasai perusahan lokal.

“Itu juga menjadi harapan Pertamina untuk bersama-sama bekerjasama sehingga pengelolaan WK Rokan ini lebih baik dan berkontribusi secara ekonomi di wilayah provinsi Riau baik masyarakat, perusahaan maupun kemajuan pemerintah yaitu provinsi Riau maupun negara Indonesia.” imbuhnya.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia berharap agar momentum ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat Riau. “Ketika kita bicara kepentingan masyarakat Riau, maka setiap kelompok harus meletakkan kepentingan individu maupun ego masing-masing. Kita mesti memikirkan rakyat Indonesia atau rakyat Riau sebagai masyarakat dimana operasi Blok Rokan dilakukan. Saya sepakat sekali dengan poin-poin dengan dampak atau manfaat Blok Rokan bagi masyarakat yang diungkapkan mengenai local content, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, tenaga kerja, dan sebagainya termasuk bagaimana maintance metode komunikasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti konflik, kebocoran minyak termasuk kebocoran dalam belanja DBH maupun deviden participating interest jika nanti keluar. Pengelolaan Sumber Daya Alam merupakan mandat konstitusi UUD 1945 yakni sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Maryati juga mengingatkan agar pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau harus konsisten dan kompak. Dalam penyiapkan kelembagaan yang berhubungan dengan PI ini, banyak tantangan yang dihadapi, banyak riak-riak yang terjadi sebab 10% bagi BUMD itu cukup besar. Dalam menyiapkan SDM dan Managerial perlu dilakukan fit and proper test, menempatkan orang yang profesional dengan mengenyampingkan kepentingan politik dan individu agar tidak gagal.

Pengelolaan SDA Untuk Kemakmuran Masyarakat Riau Merupakan Keniscayaan.

Riau memberikan kontribusi cukup besar untuk perekonomian nasional dari sektor migas. Namun faktanya tingkat kemiskinan cukup tinggi, kesenjangan pendapatan masyarakat yang mencolok, pengangguran, minimnya infrakstruktur, kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan yang semakin meluas.

“Pengelolaan SDA untuk kemakmuran masyarakat Riau merupakan keniscayaan” ujar Chaidir, Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) dalam penyampaian sejumlah pokok-pokok pikiran masyarakat Riau dalam pengelolaan WK Migas Rokan. Diantaranya mendesak pemerintah pusat untuk memberikan prioritas dan hak previlege BUMD Riau dalam bentuk joint operation, dan memberikan kesempatan kepada BUMD Riau dan Pemprov Riau untuk mengusulkan mitra dalam pengelolaan WK Migas Rokan;

FKPMR juga mendesak pemerintah untuk memberikan peluang usaha dan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat setempat; melakukan transfer knowledge dan transfer technology sektor Migas bagi daerah Riau; mendirikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Migas Nasional di Riau, Pendirian Akademi (pendidikan diploma) Migas Riau dan memperkuat program studi teknik di akademi dan universitas yang sudah ada di Riau. Selain itu, mantan Ketua DPRD Riau ini berharap presiden Jokowi menepati janji yang pernah dilontarkan saat kampanye pilpres tahun 2019 yang lalu di provinsi Riau, yaitu memberikan kepercayaan kepada Putra Melayu sebagai Komisaris pada PT. Pertamina Hulu Rokan.

Hal yang sama juga disampaikan Hardianto, Wakil Ketua DPRD Riau. “Kegiatan (webinar, red) ini merupakan loncatan besar. Bukan hanya untuk Riau, tetapi juga Indonesia untuk menyiapkan omentum 8 Agustus 2021. Ini adalah bentuk kedaulatan energi 100%. Kita berharap masyarakat Riau tidak larut dalam kebanggaan tersebut. Khawatirnya, kita tenggelam lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Keberadaan Blok Rokan diharapkan menimbulkan efek positif bagi kemajuan Riau.”

Sebagai pimpinan di lembaga legislatif Riau, Hardianto berjanji siap membantu membuat regulasi dalam bentuk perda. “Kita ingin tidak saja terfokus kepada hulunya saja tetapi hilirnya juga. Masalah tenaga kerja lokal di sekitar wilayah operasi perusahaan harus diperhatikan.” Ujarnya. (Ikhsan/Ary)