PWYP Indonesia, Seknas FITRA, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Kiara dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Tambang pada tanggal 11 Maret 2014, secara resmi mengajukan permohonan sebagai pihak terkait kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review pasal 102 dan 103 UU Minerba oleh Apemindo.
Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Tambang menolak argumen pemohon dalam hal ini Apemindo yang menyatakan bahwa pasal 102 dan pasal 103 hanya berisi kewajiban untuk meningkatkan nilai tambah minerba melalui pengolahan dan pemurnian dan tidak terdapat kalimat adanya larangan ekspor bijih. Menurut Apemindo kewajiban pemerintah hanya mengendalikan ekspor dan produksi, bukan melarang ekspor bijih.
Dalam sidang MK dengan agenda mendengarkan keterangan saksi fakta pada tanggal 1 September 2014, koalisi masyarakat sipil menghadirkan saksi fakta Salfianus Seko, salah satu Kepala Adat masyarakat Dayak.
Dalam persidangan tersebut, Seko menyatakan bahwalimbah pertambangan bauksit yang dibuang telah mengancam kelangsungan habitat sungai Kapuas yang dianggap masyarakat Dayakmemiliki banyak nilai budaya. Dengan menampilkan foto-foto bukti kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan, masyarakat Dayak menginginkan keadilan atas hak-hak yang sudah 69 tahun.
Pada tanggal 29 September 2014, koalisi masyarakat sipil menyampaikan kesimpulan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjadi bahan pertimbangan majelis hakim konstitusi untuk mengambil keputusan.
Media Covering :
http://finance.detik.com/read/2014/09/01/171656/2678227/1034/larang-ekspor-tambang-mentah-ri-bisa-diserang-jepang-dan-tiongkok
http://finance.detik.com/read/2014/09/01/184355/2678333/1034/ini-dampaknya-jika-aturan-larangan-ekspor-tambang-mentah-ditolak-mk
http://finance.detik.com/read/2014/09/01/191337/2678359/1034/ini-protes-warga-adat-soal-dampak-penambangan-di-kalimantan
http://finance.detik.com/read/2014/09/01/164702/2678179/1034/pemerintah-dan-pengusaha-tambang-bertarung-di-mk-soal-larangan-ekspor