Jakarta – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menggelar focus group discussion (FGD) bertajuk Diskusi Terpumpun “Peluang dan Tantangan Shifting Industri Tambang Batu Bara Indonesia di Tengah Ketidakpastian Pasar Global”. Kegiatan ini dilaksanakan di Jakarta Pusat, Senin, 10 November 2025. Ini merupakan rangkaian dari penelitian dan kajian PWYP Indonesia tentang studi mengenai “Peluang dan Tantangan Transisi Pelaku Usaha Industri Tambang Batubara di Indonesia”.

Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho mengatakan, ada banyak tantangan dalam peralihan energi atau transisi energi dari fosil ke energi terbarukan. Pun demikian dalam konteks ekonomi, peralihan dari batubara khususnya ke sektor green industry, juga memiliki banyak tantangan. Aryanto menyadari, batu bara kini masih menjadi salah satu penopang penerimaan negara dan energi Indonesia.

Meski begitu, dorongan global untuk bertransisi dari energi fosil ke energi terbarukan juga menjadi tantangan bagi pelaku usaha, khususnya sektor batubara. Ini salah satu yang menjadi fokus penelitian tersebut.

“Apakah ada alternatif di luar batubara? Apakah ada ruang dan peluang pelaku usaha (batu bara) untuk shifting? Bila ada peluang, kira-kira apa ruang kebijakan untuk mensupport itu dan dimana tantangannya? Pelaku usaha menjadi stakeholder penting (dalam hal shifting batu bara ke green industry),” katanya.

Diskusi dibuka dengan pemaparan tim penulis mengenai studi yang sedang dikembangkan PWYP Indonesia tersebut. Perwakilan dari Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal (Ditjen) Minerba Kementerian ESDM, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), perwakilan perusahaan batubara dalam naungan APBI, dan Energi Shift Institute hadir sebagai penanggap dari draf studi yang disampaikan tim penulis PWYP Indonesia.

Secara umum, tim penulis menjelaskan, studi ini setidaknya mencakup tiga hal. Pertama, identifikasi peluang potensi bisnis alternatif yang dapat diadopsi pelaku usaha batubara. Kedua, menganalisis tantangan atau hambatan dalam transisi energi serta dampak sosial-ekonomi terhadap peralihan bisnis, dari energi fosil ke energi terbarukan. Ketiga, merumuskan strategi dalam mendukung peluang transisi dan diversifikasi perusahaan tambang batubara.

Batubara memang masih menjadi bagian dari pilar ekonomi. Meski demikian, kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) melambat sejak 2023 akibat tekanan global dan adanya narasi transisi energi. Permintaan global diproyeksikan akan terus menurun seiring percepatan dekarbonisasi di negara-negara tujuan ekspor atau pasar batu bara Indonesia. Oleh karenanya, diversifikasi menjadi kebutuhan strategis dan keharusan, bukan lagi hanya sebatas pilihan. Di sisi lain, upaya transisi bisnis perlu didukung regulasi yang adil dari pemerintah.

Menanggapi gambaran umum studi tersebut, Ayi Ruhiat, Koordinator Hubungan Komersial Batubara Ditjen Minerba, KESDM, membenarkan belum adanya kebijakan yang fokus pada transisi energi, khususnya berkaitan dengan peralihan atau shifting bisnis batubara. Sejauh ini, kebijakan yang ada mengenai pengembangan pemanfaatan batubara sebagai sumber energi baru, seperti gasifikasi batu bara atau DME.

Namun, kata Ayi, bukan berarti sektor batu bara tidak tersinkronkan dengan pengembangan aspek sosial-ekonomi dan lingkungan. Seperti program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Perusahaan memiliki kewajiban menyusun program induk PPM, yang kemudian disinkronkan dengan rencana pembangunan daerah tambang bersangkutan. “Pemerintah lebih cenderung agar bagaimana masyarakat, ketika tambang tutup nanti bisa konsisten punya kemandirian. Makanya di PPM harus punya program unggulan,” ujarnya.

Marsuki selaku Kepala Divisi pengembangan bisnis PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memberikan apresiasi dan sejumlah catatan. Ia mengatakan riset atau studi yang disampaikan sudah bagus dalam memberikan insight bagi dunia usaha. Kemudian ia juga mengakui bahwa pelaku usaha juga menyadari industri batubara di mata global tengah mengalami industrial sunset. Kedua, di sisi lain, batu bara penting bagi ketahanan energi. Pihaknya setuju dengan dorongan diversifikasi, namun penting juga menjaga ketahanan energi.

Dalam kacamata pelaku usaha, bila melakukan diversifikasi, perlu melihat dan mempertimbangkan keseimbangan dan keberlangsungan bisnis. “Kalau kita shifting, kita harus melihat kekuatan aspek diversifikasi bisnis, biar lebih komprehensif,” katanya.

Sementara dari APBI melihat, sektor industri batubara kian berat. Termasuk dorongan global untuk bertransisi dan berbagai kebijakan yang tidak mendukung atau kurang berpihak pada industri batu bara itu sendiri. Jaminan kebijakan menjadi penting dalam hal ini, termasuk dukungan peralihan ke bisnis industri hijau. “Kalau bisnisnya tidak sustain, bagaimana bisa berpikir untuk transisi energinya,” kata Marvin Gilbert, perwakilan dari APBI.

Kemudian, FH Christiono dari PT Baturona Adimulya, disamping mengapresiasi forum diskusi karena memberikan pola pikir baru bagi perusahaan, juga memberikan catatan prasyarat transisi energi adalah memastikan trilema energi. Di samping itu, ia juga menambahhkan praktik baik Cina dalam mengembangkan batubara ke sektor produk chemical, sehingga Indonesia bisa berjalan ke arah sana juga.

Selain itu, di antara sejumlah CSO yang hadir dan memberikan masukan, Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) juga menekankan pentingnya diversifikasi ekonomi yang dihubungkan dengan konsep just transition. Misalnya bagaimana dampak yang dihasilkan tambang terhadap lingkungan dan pola mata pencaharian masyarakat dapat masuk dalam aspek diversifikasi ekonomi perusahaan tambang.

Kemudian dari Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) juga menekankan, pentingnya memperhatikan jaminan sosial masyarakat khususnya pekerja sektor tambang ketika peralihan bisnis dilakukan. Jangan sampai, peralihan yang dilakukan justru melahirkan ketidakadilan bagi pekerjanya. “Pentingnya pemetaan kebijakan. Kalau kami lebih kepada misalnya jaminan sosial,” ujar Hardha, mewakili IRID.

Penulis: Ariyansah NK

Penyunting: Wicitra Diwasasri & Mouna Wasef

Privacy Preference Center

Skip to content