Banda Aceh, 29 Oktober 2025 — Publish What You Pay (PWYP) Indonesia bersama Koalisi PWYP Region Sumatera melakukan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk membahas arah tata kelola sektor pertambangan di Aceh. Pertemuan berlangsung hangat dan terbuka, dipimpin oleh Wakil Ketua DPRA, serta dihadiri organisasi masyarakat sipil termasuk Gerak Aceh sebagai bagian dari koalisi.
Aceh saat ini berada pada momentum penting. Dengan adanya Instruksi Gubernur mengenai moratorium izin tambang, DPR Aceh dan masyarakat sipil memiliki kesempatan untuk menata ulang sektor pertambangan agar lebih berkeadilan dan berpihak pada masyarakat. Data koalisi menunjukkan bahwa dari 64 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tercatat, hanya 8 yang aktif. Sisanya tidak beroperasi dan berpotensi hanya menjadi “izin di atas kertas”.
Fernan Putra, Gerak Aceh (Koalisi PWYP Region Sumatera) menyampaikan bahwa “Moratorium seharusnya bukan hanya jeda izin, tetapi menjadi pintu masuk untuk evaluasi menyeluruh. Izin tambang jangan menjadi portofolio bisnis semata, dan tambang harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat Aceh.” Koalisi juga menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap tambang ilegal serta perlunya sinkronisasi pengawasan dengan aparat penegak hukum nasional, mengingat Aceh adalah salah satu wilayah dengan cadangan batubara signifikan di Sumatera
Pertambangan Rakyat, tapi dengan Standar yang Baik
Dalam diskusi, DPR Aceh menyampaikan ketertarikan untuk mendorong pengembangan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebagai langkah pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. PWYP Indonesia menyambut baik arah tersebut, namun memberikan catatan penting agar pengelolaan IPR tidak asal diberikan izin tanpa tata kelola yang jelas.
Meliana Lumbantoruan, Deputi Direktur PWYP Indonesia, pada kesempatan tersebut juga menegaskan bahwa IPR harus menjadi ruang pemberdayaan masyarakat, bukan celah baru bagi pihak tertentu untuk memanfaatkan nama “masyarakat”. “Jika Aceh fokus pada IPR, pastikan standar tata kelolanya baik lingkungan, keselamatan kerja, proses produksi. IPR harus benar-benar menguatkan masyarakat lokal, bukan hanya memberi izin lalu dibiarkan begitu saja.”
Meliana juga menyoroti pentingnya menjaga integritas proses penataan izin tambang: “Tim penataan perizinan harus benar-benar bebas dari intervensi. Ketika perizinan mulai ditata, pasti ada pihak yang merasa terganggu. Karena itu integritas tim menjadi kunci.” Ia menegaskan bahwa PWYP Indonesia mendukung aspirasi Aceh untuk memastikan tambang memberikan manfaat untuk rakyat Aceh.
DPRA Terbuka untuk Kolaborasi Review Perizinan
Wakil Ketua DPRA menyambut positif masukan yang disampaikan koalisi masyarakat sipil. DPRA menegaskan komitmen untuk memperkuat pengawasan tambang, termasuk melanjutkan kerja Pansus Tambang yang selama ini telah memberikan dampak positif dalam memastikan kepatuhan perusahaan tambang di Aceh. “Jika diperlukan kolaborasi dengan masyarakat sipil untuk melakukan review izin atau pengawasan tambang, DPRA terbuka untuk bekerja sama.” Ujar Wakil Ketua DPRA. Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa proses penataan tambang di Aceh bukan hanya agenda pemerintah, tetapi proses kolaboratif antara pemerintah, masyarakat sipil, dan publik.
Audiensi ini menjadi langkah strategis menuju tata kelola sumber daya alam yang lebih transparan, berkeadilan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. PWYP Indonesia dan Koalisi Sumatera menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses penataan pertambangan di Aceh secara serius, termasuk memastikan bahwa proses evaluasi izin dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Koalisi juga menekankan pentingnya penerapan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang tidak hanya memberikan ruang bagi keterlibatan masyarakat tetapi juga tetap berpegang pada prinsip keberlanjutan serta standar lingkungan dan keselamatan.
Selain itu, pengawalan ini juga mencakup dorongan agar setiap kebijakan pertambangan di Aceh bebas dari intervensi dan praktik koruptif. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah dan masyarakat sipil, Aceh memiliki peluang besar menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola sektor tambang berdasarkan prinsip keadilan, keberlanjutan, serta kedaulatan masyarakat atas sumber daya alamnya.
Penulis: Meliana Lumbantoruan