Jakarta, 27 Oktober 2025 – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia terus mendorong penguatan tata kelola sumber daya alam yang transparan dan akuntabel melalui berbagai inisiatif kolaboratif. Melalui Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Penguatan Kelembagaan dan Regulasi EITI Indonesia’ pada 27 Oktober 2025 di Jakarta, forum ini menjadi ruang strategis membahas masa depan EITI Indonesia pasca pencabutan Perpres No. 82 Tahun 2020.”

FGD dihadiri oleh perwakilan pemerintah, industri, dan masyarakat sipil, termasuk Kementerian ESDM, Kemenko Perekonomian, asosiasi industri seperti IPA, IMA, dan APBI, serta CSO anggota EITI Indonesia seperti ICEL, Transparansi Indonesia, dan IDEA Yogyakarta. Komposisi multi-pihak ini mencerminkan semangat kolaborasi yang menjadi inti dari prinsip EITI.

Diskusi menyoroti urgensi penguatan regulasi dan kelembagaan EITI, di mana pencabutan Perpres 82/2020 menyebabkan hilangnya dasar hukum bagi kewenangan EITI, termasuk mekanisme pelaporan dan ketidakpastian penganggaran. Hal ini memerlukan kerangka regulasi baru untuk mendukung pendanaan berkelanjutan dari dalam negeri, sebagaimana direkomendasikan oleh Biro Hukum ESDM melalui pembentukan peraturan perundang-undangan baru.

Sekretariat EITI masih mendapat dukungan pendanaan dari World Bank untuk pengembangan data dan keberlanjutan program, yang menunjukkan kepercayaan internasional terhadap potensi EITI. Seluruh stakeholder pemerintah, industri, BUMN, dan masyarakat sipil menyatakan komitmen kuat agar Indonesia tetap menjadi anggota pelaksana EITI, meskipun ada tantangan seperti komunikasi yang terbatas di mana nilai-nilai EITI belum meresap ke pemerintah daerah dan masyarakat luas karena bahasa yang kompleks dan minimnya eksposur di media.

Tantangan lain yang dibahas adalah manfaat EITI yang tidak terasa langsung bagi para pemangku kepentingan. Dari perspektif industri, perwakilan PA, APBI, dan IMA menilai bahwa insentif, seperti bentuk penghargaan bagi perusahaan yang patuh masih belum jelas, terutama untuk perusahaan kecil dan non-Tbk. Kepatuhan di sektor minerba dinilai lebih rendah dibandingkan sektor migas.

Sementara itu, pemerintah daerah, seperti dalam kasus yang disampaikan oleh Somasi NTB, memiliki peran yang masih terbatas dalam memantau pelaporan perusahaan, padahal mereka merupakan pihak yang terdampak langsung melalui mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH).

Di sisi lain, PWYP Indonesia menekankan pentingnya keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam proses ini, agar EITI tidak sekedar menjadi instrumen administratif, tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk mendorong keadilan sosial dan lingkungan.Forum ini menyepakati pentingnya mendorong pembentukan regulasi baru yang inklusif dan berkelanjutan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pihak.

PWYP Indonesia berkomitmen untuk melanjutkan advokasi ini, termasuk memperkuat kapasitas masyarakat di wilayah sekitar tambangagar lebih aktif memantau kebijakan dan praktik pengelolaan SDA di wilayahnya. PWYP Indonesia mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam mewujudkan tata kelola SDA yang transparan, berkeadilan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia.

Penulis: Ledis Sixti
Reviewer: Meliana Lumbantoruan

Privacy Preference Center

Skip to content