Pemerintah mengklaim koperasi menjadi alat pemerataan dampak ekonomi tambang. Ada banyak masalah yang belum selesai.
SETELAH memberikan izin usaha pertambangan atau IUP untuk organisasi masyarakat keagamaan, pemerintah memberikan jatah prioritas kepada koperasi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan kesiapan sumber daya manusia koperasi untuk mengelola tambang dapat berjalan paralel dengan pemberian izin. “Jangan berpikir siap dulu baru kerja. Paralel saja,” katanya saat ditemui di Jakarta International Convention Center Senayan, Jakarta, pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Adapun Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan pembentukan koperasi penambang rakyat menjadi momentum dalam memperkuat ekonomi daerah sekaligus menjawab aspirasi masyarakat untuk memperoleh keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Dia mencontohkan unjuk rasa para penambang rakyat timah di Bangka Belitung yang menuntut percepatan pembentukan koperasi.
Menurut Ferry, desakan masyarakat tersebut menunjukkan bahwa semangat berkoperasi kini kembali hidup di berbagai daerah. “Masyarakat melihat gaung koperasi menjadi semacam harapan baru, bisa punya badan usaha,” ujarnya, seperti dikutip dari Antara. Ferry juga mengatakan semangat itu sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang mendorong agar kekuatan ekonomi kecil dapat bersatu melalui wadah koperasi.
Kepada Tempo, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan Bisman Bhaktiar mengatakan pemberian izin tambang kepada koperasi bisa mengafirmasi penguatan ekonomi rakyat. Namun, kata dia, pemberian jatah itu wajib diiringi proses verifikasi, pembinaan, dan pengawasan. Artinya, hanya koperasi yang memenuhi syarat administrasi, teknis, dan kemampuan keuangan yang bisa mendapatkan konsesi. “Kalau yang mengelola koperasi abal-abal, tambang makin rusak, usahanya macet, atau koperasi hanya menjadi kedok pemilik modal,” tuturnya pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Direktur Advokasi Pertambangan Center of Economic and Law Studies Wishnu Try Utomo mengatakan koperasi bukan alat efektif untuk memeratakan manfaat ekonomi dari pertambangan. Apalagi dengan Koperasi Desa Merah Putih, badan usaha baru yang tata kelolanya belum teruji. “Kegiatan pertambangan bisa jadi hanya menjadi opsi terakhir setelah perkebunan, peternakan, atau semacamnya,” ujarnya pada Kamis lalu.
Menurut Wishnu, ada persoalan mendasar yang menghambat pemerataan manfaat ekonomi dari pertambangan kepada masyarakat sekitar yang belum terselesaikan. Salah satunya, masalah akses pendidikan yang relatif terbatas. Keterbatasan akses itu yang salah satunya menyebabkan serapan tenaga kerja lokal tak optimal. Walhasil, tidak sedikit pekerja yang akhirnya didatangkan dari daerah lain, bahkan dari luar negeri. “Karena bekerja di tambang butuh kualifikasi tertentu.”
Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia Aryanto Nugroho juga berpendapat bahwa koperasi bukan konsep ideal untuk memeratakan dampak ekonomi pertambangan kepada masyarakat. Menurut dia, kebijakan ini tak menjamin manfaat keberlanjutan karena lemahnya akuntabilitas. “Keuntungan justru akan mengalir kepada segelintir pihak daripada masyarakat luas,” katanya.
Untuk mencapai pemerataan manfaat ekonomi, kata Aryanto, pengelolaan pertambangan semestinya dilakukan melalui pendekatan holistik berbasis transparansi, akuntabilitas, partisipatif, serta mendorong keadilan sosio-ekologis. Di antaranya melalui transparansi kontrak atau izin pertambangan serta penerimaan negara.
Pemerintah dan semua entitas badan usaha perlu mempublikasikan data izin/kontrak serta melaporkan pembayaran pajak, royalti, dan kontribusi lain. “Distribusikan penerimaan negara untuk negara secara adil, berfokus pada kesejahteraan, rehabilitasi, dan perlindungan lingkungan,” tuturnya.
Hal lain yang tidak kalah penting, menurut Aryanto, adalah penguatan pengawasan dan penegakan hukum. Selain itu, diversifikasi ekonomi, misalnya dengan mengalihkan manfaat untuk investasi non-ekstraktif. “Bisa untuk pertanian atau pariwisata agar masyarakat tidak bergantung sepenuhnya pada tambang.”
Sumber: Tempo
