Batang, 7-11 September 2025 – Pembangunan industri kerap dilakukan tanpa melihat kondisi masyarakat di tingkat tapak. Hal ini dikarenakan kebijakan atau regulasi yang seringkali tidak lahir dari kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hasilnya, sebagaimana terjadi di banyak tempat, industri justru mengalienasi masyarakat —khususnya masyarakat sekitar. Alih-alih menjawab kebutuhan, yang terjadi justru melahirkan persoalan baru: perampasan tanah, kesenjangan sosial dan ekonomi, kerusakan lingkungan, hingga penurunan kualitas hidup.
Isu-isu inilah yang mengemuka dalam pertemuan global bertajuk Beyond Development Working Group (BDWG) dengan tema “New Industrial Politics: Alternative Economies and the Politics of Transition from Below”, yang berlangsung di Batang, Jawa Tengah, 7-11 September 2025. Publish What You Pay Indonesia (PWYP) Indonesia turut menjadi bagian dari kegiatan ini.
Pertemuan tersebut digelar di tengah menguatnya polikrisis yang semakin dalam —kerusakan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, kesenjangan yang semakin lebar, otoritarianisme, militerisasi, dan ketegangan geopolitik. Krisis-krisis ini mengungkap batas-batas sistem kapitalis modern/kolonial yang selama ini membingkai industrialisasi sebagai simbol “kemajuan”, dengan bertumpu pada eksploitasi sumber daya, degradasi ekologi, dan ketimpangan global.
Di Asia Tenggara, perdebatan mengenai kebijakan industri beririsan dengan perjuangan melawan ekstraktivisme, keadilan sosial-ekologis, digitalisasi, dan nasionalisme sumber daya, dengan konteks di mana ruang demokrasi semakin menyempit. Kebijakan industri yang dipimpin negara kembali muncul, tetapi seringkali dengan cara yang mengkonsolidasikan otoritarianisme serta melanggengkan ketimpangan global. Di sisi lain, gerakan sosial dan akademisi kritis berupaya membingkai ulang perdebatan menuju dekolonisasi, pasca-ekstraktivisme, ekonomi pluriversal, dan transformasi sistemik.
Dalam kerangka ini, “politik industri” hadir sebagai tawaran yang lebih komprehensif dan radikal daripada “kebijakan industri”, yaitu kerangka kerja yang melibatkan banyak aktor—di luar negara—dan membayangkan produksi dan penyediaan pasca-kapitalis yang berakar pada keadilan bagi manusia, alam, dan generasi mendatang.
Menata ulang politik industri secara menyeluruh adalah suatu keharusan yang harus didorong di tengah era polikrisis yang semakin mendalam, selain reformasi kebijakan industri. Politik industri mempertanyakan modus produksi yang mendasarinya, menantang ekstraktivisme dan konsumsi berlebihan, serta mengupayakan pengaturan yang demokratis, adil, dan berkelanjutan di luar tuntutan pertumbuhan kapitalisme. Sehingga seharusnya, tujuan pembangunan bukan hanya mengacu atau berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, yang berwatak eksploitatif dan ekstraktif.
Pembangunan industri seharusnya memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat hingga tingkat tapak dan dijalankan secara bottom-up, serta menempatkan keadilan sosial dan ekologis, antar etnis, dan gender sebagai prioritas. Hanya dengan menata ulang sistem produksi dan konsumsi untuk beroperasi dalam batas-batas ekologis, menjaga stabilitas iklim serta menghormati martabat manusia, pembangunan dapat sungguh-sungguh menghadirkan keadilan bagi semua.
Penulis: Ariyansah NK
Penyunting: Mouna Wasef