Jakarta, 10 Juli 2025 – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia bersama Koalisi #BersihkanIndonesia menyelenggarakan diskusi terpumpun bertemakan “Syahwat Tambang di Pesisir dan Pulau Kecil: Pembangkangan Hukum dan Krisis Keadilan Sosial Ekologis.” Acara ini digelar secara hybrid di Jakarta Pusat dan menjadi ruang penting untuk membahas urgensi perlindungan pulau kecil dari ancaman industri tambang.
Munculnya isu pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat membuka mata kita semua akan syahwat tambang yang semakin membabi buta, termasuk di pulau-pulau kecil. Bahkan, di tempat yang menjadi pusat keanekaragaman hayati laut dunia sekalipun. Sebagaimana kita ketahui, sejumlah pulau di Raja Ampat menjadi sasaran pertambangan nikel.
Terdapat lima perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) nikel di sana yaitu PT Gag Nikel (GN) di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawei, dan PT Mulia Raymond Perkasa yang memiliki konsesi mencakup dua pulau; Manyaifun dan Batang Pele, dan PT Nurham di Pulau Waigeo.
Pemerintah telah merespons persoalan ini, dengan mencabut izin pertambangan dari empat perusahaan di antara tersebut. Kini hanya menyisakan PT Gag dengan konsesi seluas 13.136 hektare di Pulau Gag tersebut. Namun, ini bukanlah solusi membebaskan pulau kecil dari kuasa tambang. Apalagi alasan pemerintah mencabut izin tersebut hanya berbasis pertimbangan teknis semata. Termasuk tidak ikut dicabutnya izin PT Gag.
Tak ikut dicabutnya izin PT Gag oleh pemerintah merupakan sikap yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Secara gamblang dalam UU ini memandatkan pulau-pulau kecil bukan diperuntukkan untuk pertambangan.
Penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang permohonan uji materiil PT Gema Kreasi Perdana (GKP) terhadap UU PWP3K, melalui putusan MK Nomor 35/PUU-XXI 2023 juga seharusnya menjadi penegasan bagi pemerintah, bahwa pulau kecil bukan untuk pertambangan.
“Diskusi ini untuk menajamkan argumen kita tentang perdebatan terkait penambangan di pulau kecil. Putusan MK sudah ada, undang-undang (UU PWP3K) sudah ada, tapi faktanya kita menghadapi bahwa hari ini masih jauh dari apa yang seharusnya. Kita akan menajamkan perspektif kita untuk advokasi kita ke depan,” kata Deputi Direktur PWYP Indonesia Meliana Lumbantoruan.
Sebagai narasumber, Antropologi Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Suraya Afiff, Badan Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Rugayah, Badan Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Mulyati Rahayu dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Elvita Trisnawati.
Pertambangan di pulau kecil yang menyasar kawasan Raja Ampat bukan menjadi yang pertama terhadap pulau kecil di Indonesia. Sebelumnya, pertambangan di pulau kecil terjadi di dua pulau di Sulawesi Tenggara; Wawonii dan Kabaena, serta sejumlah pulau kecil lainnya di Indonesia. Meski telah ada UU dan putusan MK yang menegaskan pulau kecil bukan untuk pertambangan, aktivitas pertambangan dan eksploitasi nikel di pulau itu tetap berlangsung hingga saat ini.
Pemerintah tidak hanya melakukan pembiaran, namun juga melakukan pembangkangan hukum dengan tetap beroperasinya tambang nikel di pulau-pulau kecil. Padahal kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas hidup dari aktivitas pertambangan nikel di pulau kecil benar-benar terjadi.
Dalam diskusi ini hadir sejumlah narasumber yakni Suraya Afif Antropologi Lingkungan Universitas Indonesia, ia menekankan pentingnya perubahan sosial dalam memberhentikan penambangan di pulau kecil.
Kemudian Ruqayah dari Badan Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan Mulyati dari Badan Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN. Keduanya menyoroti keindahan keanekaragaman hayati dari Pulau Wawonii, manfaat biodiversitas untuk penduduk Wawonii hingga daya rusak tambang terhadap sosial dan lingkungan di pulau kecil.
Terakhir, Elvita Trisnawati Peneliti dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) membedah kedudukan izin tambang dan hukum negara dalam kasus tambang di Pulau kecil (seperti Wawonii dan Raja Ampat).