Jakarta – Publish What You Pay (PWYP Indonesia) bersama dengan Koalisi Transisi Energi Berkeadilan menyelenggarakan lokakarya untuk advokasi kebijakan transisi energi berkeadilan pemerintahan baru di bilangan Jakarta Pusat pada Selasa 30 Juli 2022 yang dihadiri sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Kegiatan ini merupakan kali ke-5 dari rangkaian pertemuan yang sudah berlangsung beberapa waktu sebelumnya, membahas langkah-langkah strategis untuk menghadapi tantangan advokasi transisi energi berkeadilan, khususnya di masa pemerintahan baru ke depan.

Indonesia akan memasuki babak baru demokrasi dengan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran “PraGib,” yang akan dilantik pada Oktober mendatang. PraGib merangkai Asta Cita ke dalam 8 misi, 17 program kerja, dan 8 program hasil terbaik cepat.

PraGib mengajukan Asta Cita sebagai produk politik untuk mempersiapkan Indonesia mencapai Indonesia Emas 2045, dengan menargetkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di angka 6% hingga 7% di tahun 2025 melalui penguatan peran pemerintah dalam roda ekonomi dan pembangunan bangsa sesuai falsafah Ekonomi Pancasila. Hal ini diupayakan di tengah ketidakpastian ekonomi global, ketidakpastian geopolitik, dan krisis perubahan iklim.

Tertulis dalam misinya untuk menghasilkan kedaulatan bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Selain itu, program kerja Asta Cita menyebutkan secara eksplisit akselerasi rencana karbonisasi untuk mencapai target net zero emission, melanjutkan program mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap batu bara dengan berdasarkan pada asas keadilan dan keberimbangan, serta mengembangkan sumber energi hijau alternatif, terutama energi air, angin, matahari, dan panas bumi.

Untuk mengantisipasi agar pergantian kekuasaan ini tidak hanya simbolis, tetapi juga menghasilkan perubahan sistemik yang nyata, OMS perlu menyusun strategi advokasi dan narasi yang ingin didorong. Beberapa rumusan masalah yang perlu dijawab diantaranya sejauh mana kesesuaian Asta Cita terhadap agenda transisi energi dan penanganan krisis iklim? Kedua, bagaimana peluang advokasi terkait transisi energi berkeadilan sehingga dapat menghasilkan rekomendasi “low hanging fruit” dari masyarakat sipil ke dalam kebijakan pemerintah? Serta, apa saja langkah-langkah konkret yang dapat diambil OMS untuk menjamin transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan dalam pemerintahan yang baru?

Lokakarya ini membahas pengejawantahan sejumlah narasi utama untuk menghasilkan rekomendasi di 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran. Beberapa usulan dari OMS diantaranya peningkatan partisipasi publik, evaluasi kebijakan energi, pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, menolak solusi palsu, penguatan standar ESG dan safeguarding; serta percepatan investasi dan pengembangan energi terbarukan menjadi prioritas yang strategis untuk diurai menjadi action point yang memperkuat substansi dari Asta Cita. Action point tersebut merupakan penyederhanaan target-target advokasi sehingga mampu menghasilkan dampak di 100 hari pertama pemerintahan baru.

Masyarakat sipil ingin mendukung pemerintahan yang memiliki komitmen target net zero emission untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5°C, sehingga dapat berkontribusi di panggung internasional. Hal ini mempertimbangkan dua momentum strategis setelah Prabowo-Gibran dilantik, yaitu COP 29 dan salah satu dari G20 atau G7. Upaya transisi energi yang berkeadilan ini harus menjadi fondasi dari pencapaian pertumbuhan ekonomi 8% yang dinarasikan dalam Asta Cita, sebuah warisan monumental yang patut diperhitungkan.

Penulis: Muhammad Adzkia Farirahman
Reviewer: Aryanto Nugroho