Jakarta, PWYP Indonesia – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, bersama Sekretariat PWYP Global mengadakan workshop bertemakan “Memahami Visi Global PWYP 2025: Strategi dan Indikator Pencapaiannya” melalui media daring Zoom pada Kamis (12/11/20). Hadir sebagai pembicara, Chadwick Llanos (PWYP Global Council), dan Stephanie Rochford (PWYP International Secretariat). Koordinator Nasional PWYP Indonesia sekaligus moderator pada workshop ini, Aryanto Nugroho menyampaikan bahwa diskusi ini adalah momentum yang tepat bagi PWYP Indonesia dalam menyusun rencana strategis yang sesuai dengan Visi PWYP Global 2025.
Stephanie Rochford (PWYP International Secretariat) membuka paparannya dengan menyampaikan visi PWYP Global 2020-2025. “Sebagaimana Visi PWYP yaitu dunia dimana seluruh masyarakat mendapatkan manfaat dari sumber daya alam mereka hari ini, dan esok. Serta misi saat ini bagaimana membangun gerakan masyarakat sipil secara global mendorong tata kelola minyak, gas dan mineral menjadi terbuka, akuntabel, berkelanjutan, berkeadilan, dan responsif ke semua orang,” ungkap Stephanie.
Dalam paparan Stephanie, PWYP Global memiliki empat strategi untuk mencapai Visi 2020-2025. Strategi tersebut diantaranya adalah Informed, Influential, Heard, dan Connected. Informed berarti mempertahankan dan mengkonsolidasikan pengungkapan informasi pembayaran yang terjadi antara perusahaan ekstraktif dan pemerintah, juga mendorong pemerintah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang dampak sosial, lingkungan, dan fiskal dari setiap proyek ekstraktif. Influential berarti bekerja sama dalam advokasi internasional untuk mendorong perubahan dalam tata kelola sumber daya alam dengan cara memperkuat kapasitas anggota koalisi PWYP untuk menggunakan dan mengumpulkan informasi. Heard berarti mendukung, mempromosikan dan membela hak warga negara, terutama yang paling terpinggirkan, untuk terlibat dalam keputusan yang berdampak pada komunitas mereka sendiri. PWYP sebagai perwakilan masyarakat sipil menjadi suara yang kuat dalam inisiatif EITI dan OGP. Strategi terakhir Connected berarti memperkuat jaringan koalisi PWYP, serta memperkuat kapasitas koalisi untuk melakukan advokasi berbasis bukti, dan terlibat dalam kepemimpinan kolektif. PWYP selalu berupaya untuk melibatkan komunitas yang terpinggirkan dan memastikan kesetaraan gender dalam kerja-kerja organisasi.
Selain itu, Stephanie juga menyampaikan lima outcome PWYP Global yang akan dicapai. Outcome tersebut diantaranya adalah; Pertama, pemerintah dan perusahaan ekstraktif mengungkapkan informasi yang lebih komprehensif, tepat waktu, terukur, mudah diakses, menyajikan data sesuai permintaan; Kedua, PWYP lebih mampu menggunakan informasi yang tersedia untuk membangun basis bukti yang kuat untuk tata kelola yang lebih baik; Ketiga, PWYP mengoordinasikan lebih banyak upaya advokasi transnasional untuk mendorong perubahan kebijakan dan perilaku normatif untuk akuntabilitas yang lebih besar dari pemerintah dan perusahaan ekstraktif kepada warga negara; Keempat, PWYP melibatkan partisipasi yang lebih aktif dari komunitas, perempuan, dan pemuda dalam inisiatif tata kelola ekstraktif yang relevan; Terakhir, PWYP menjadi gerakan yang lebih inklusif dan beragam, menjadi organisasi yang lebih mampu menunjukkan pengaruh dan belajar dari pengalaman kolektif. “Jadi strategi-strategi itulah yang akan kita jalankan dalam lima tahun kedepan, sehingga kita bisa amati perubahannya pada tahun 2025 nanti,” tutup Stephanie.
Chadwick Llanos (PWYP Global Council) melanjutkan pembahasan dengan fokus pada kawasan Asia-Pasifik. Chadwick menggarisbawahi beberapa isu kunci yang perlu menjadi perhatian lebih bagi koalisi PWYP di kawasan Asia-Pasifik. Utamanya di Filipina, isu menyempitnya ruang demokrasi dipandang sebagai ‘jalan terjal’ bagi PWYP FIlipina (Bantay Kita) dalam menegakkan transparansi khususnya pada sektor industri ekstraktif. Chadwick memaparkan setidaknya terdapat enam tantangan yang dihadapi oleh PWYP Asia-Pasifik sepanjang tahun 2019. Tantangan dalam konteks regional tersebut diantaranya adalah memperluas keterlibatan masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan, meningkatnya isu lintas batas pada sektor industri ekstraktif, perubahan kepemimpinan di daerah yang berpengaruh pada dukungan fluktuatif terhadap EITI, mengupayakan data dapat diterjemahkan menjadi bahasa yang relevan di tingkat lokal, kasus korupsi dan lambatnya data yang dipublikasikan dalam laporan negara, serta kerentanan terhadap perubahan iklim, dan marginalisasi masyarakat adat. “Tantangan pada tataran regional masih sangatlah nyata, sudah menjadi tugas kita para koalisi di kawasan Asia-Pasifik bisa bahu-membahu menuntaskan hambatan ini,” ungkap Chadwick.
Natalia Soebagjo (Ketua Badan Pengarah PWYP Indonesia), menyampaikan apresiasi dan justifikasi terhadap penjelasan Stephanie dan Chadwick. Natalie menitikberatkan keberhasilan strategi PWYP terdapat pada kerja kolektif dan eksekusi rencana yang matang. “Saya berharap strategi ini dapat menjadi kekuatan kita bersama untuk menghadapi tantangan dalam perbaikan transparansi dan akuntabilitas sektor industri ekstraktif,” jelas Natalie.
Apresiasi serupa disampaikan oleh Direktur Program PWYP Indonesia, Maryati Abdullah. “Saya percaya kita semua bisa melalui hal ini di masa pandemi. Tentunya, transformasi isu pengelolaan sumber daya alam, partisipasi masyarakat sipil dalam tata kelola sumber daya alam menjadi isu prioritas di Indonesia dan regional. Kita bisa berjuang bersama membangun koalisi yang kuat, dan membangun kepercayaan bersama stakeholders,” tutup Maryati. (cra)