Siaran Pers PWYP Indonesia
Untuk dipublikasikan pada 20 Januari 2019

Jakarta–Kamis malam (17/01) Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) telah menjalani debat kandidat perdana dari lima rangkaian debat yang akan dilaksanakan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan tema Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Korupsi, dan Terorisme. Secara umum, publik menilai debat kandidat edisi pertama ini terkesan hambar dan kurang menggigit.

Sejumlah persoalan substansi dan teknis ditengarai menjadi penyebab debat berjalan kaku dan kurang otentik. Mulai dari kisi-kisi pertanyaan yang telah “diberikan” terlebih dulu, yang berujung pada jawaban yang terkesan sebagai “hafalan” dari kedua kandidat; pertanyaan panelis yang sangat umum, normatif dan kurang dalam, serta format debat yang masih terlihat kaku. Hasilnya pun jawaban yang disampaikan Pasangan Calon nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin dan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pun menjadi “Jauh Panggang dari Api” bahkan terkesan seperti pidato. Padahal moderator pun telah mengingatkan berkali kali, bahwa ini debat, bukan pidato. Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyampaikan sejumlah evaluasi mendasar dari debat kandidat yang pertama. “Debat kandidat masih jauh dari ekspektasi.

Penyampaian visi-misi dan program yang dikemukakan kedua Pasangan Calon (paslon) terlihat kaku, kurang ekspresif, intonasi, dan indentasi yang kurang mendalam, sehingga ikatan emosional antara paslon dengan pemilih untuk membangun kebersamaan visi-misi, ide dan gagasan, menjadi kurang. Hal ini bisa jadi karena kisi-kisi yang sudah diberikan, sehingga paslon lebih cenderung melihat bahan-bahan persiapannya, dan terkesan pidato daripada mengungkapkan isi gagasan secara otentik, mengalir, dan asyik.“

“Seharusnya panelis mendapat ruang untuk melontarkan pertanyaan pendalaman dari apa yang dikemukakan kedua paslon, sehingga benar-benar penguasaan terhadap isu bisa tergambar dari paparan pasangan. ini juga sekaligus menjadi tantangan bagi tim sukses kedua paslon. Harapannya, ini benar-benar terealisasi dalam debat selanjutnya.”

Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi PWYP Indonesia, koalisi masyarakat sipil beranggotakan lebih dari 30 organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia, yang fokus terhadap isu transparansi dan akuntabilitas tata kelola industri ekstraktif, sebelumnya/menjelang debat, memberikan 9 tantangan kepada kedua pasangan Capres-Cawapres untuk dapat mengelaborasi lebih lanjut dalam debat kandidat perdana tersebut. 9 isu tersebut meliputi: 1) Jerat Korporasi Pelaku Tindak Pidana Korporasi (Korupsi, Pengemplang pajak, Perusak Hutan & Lingkungan Serta Pelaku Pencucian Uang); 2) Hentikan Kriminalisasi Terhadap Pegiat HAM, Aktivis Lingkungan, dan Anti Korupsi; 3) Perkuat Bukan Lemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi; 4) Berantas Mafia Migas & Tambang, Mafia Hutan & Lingkungan; 5) Kembangkan Sistem Pencegahan Korupsi yang Integral Sekaligus Berintegritas; 6) Cegah Konflik Kepentingan & State Capture; 7) Tutup Kebocoran Pajak dan PNBP Sektor SDA; 8) Lakukan Penegakan Hukum Sektor SDA melalui pendekatan multi door; 9) Kejar Beneficial Ownership (Penikmat Sesungguhnya) Pelaku Kejahatan SDA.

Sembilan (9) isu tersebut seharusnya relevan dan sangat penting untuk diselesaikan oleh kedua kandidat capres-cawapres, utamanya sektor sumber daya alam (SDA) yang menjadi salah satu sektor strategis yang harus bersih dari korupsi dan pelanggaran HAM.

Nyatanya, isu-isu tersebut terlupakan atau mungkin sengaja dilupakan oleh kedua kandidat. Kedua kandidat hanya menyampaikan pernyataan retoris dan normatif yang jauh dari akar permasalahan. Dalam isu HAM, kedua kandidat sama sekali tidak menyinggung persoalan terkait kriminalisasi terhadap Pembela HAM, Aktivis Lingkungan, maupun aktivis dan akademisi anti korupsi.

Nasib Salim Kancil dan Indra Pelani misalnya, yang ditemukan tewas. Budi Pego di Banyuwangi dan sejumlah warga Kendeng yang menolak aktivitas pertambangan berujung kriminalisasi. Ataupun 723 kasus kriminalisasi pejuang lingkungan hidup sepanjang 5 (lima) tahun terakhir yang dicatat oleh WALHI, seperti isu yang “tak penting”.

Dalam konteks anti korupsi, kedua kandidat “terjebak” dengan isu-isu permukaan yang sangat konvensional, mulai dari pembenahan rekrutmen birokrasi dan penegakan hukum yang berorientasi “kenaikan gaji & tunjangan”. Namun, justru problem korupsi sangat mendasar dan menjadi musuh bangsa ini, yaitu “state capture corruption”, termasuk di isu SDA, tidak menjadi sorotan.

Fakta korupsi di sektor SDA banyak melibatkan pejabat di berbagai level, mulai dari Menteri, Anggota Parlemen, Kepala SKK Migas, Gubernur, Bupati hingga ASN lainnya, di sepanjang rantai proses industri ekstraktif, menjadikan masa depan sektor SDA menjadi sangat “buram”.

Apalagi tipologi kejahatan SDA di Indonesia yang melibatkan mafia tambang, mafia migas, mafia hutan dan mafia lingkungan yang berkelindan dengan mafia birokrasi dan oligarki politik, tidak akan bisa diselesaikan dengan jargon-jargon “penegakan hukum tidak tebang pilih”, “kalau kami memimpin koruptor akan kami sikat habis”, tapi bagaimana caranya? Korupsi politik yang sempurna, struktural dan sistematis yang sangat sulit tersentuh oleh penegakan hukum, tidak terjawab oleh kedua kandidat.

Isu penegakan hukum kontemporer seperti Tindak Pidana Korporasi, Pencucian Uang, Kejahatan Perpajakan, Penguatan KPK, Konflik Kepentingan Sektor SDA, sepertinya masih belum (tidak) menjadi fokus dari kedua kandidat, baik dalam debat kandidat perdana kemarin, termasuk dokumen visi misi kandidat yang diserahkan ke KPU.

PWYP Indonesia berharap, agar dalam debat kandidat selanjutnya, Penyelenggara Debat Kandidat (dalam Hal ini KPU) dapat menghadirkan forum yang mampu mendekatkan calon pemimpin dengan calon pemilihnya. Dan yang penting, masukan bagi kedua kandidat harus mampu menerjemahkan visi-misinya dengan jelas, lugas dan bukan lagi jawaban normatif.

PWYP Indonesia mengapresiasi KPU yang mau mendengarkan masukan publik dan berjanji untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap jalannya debat kandidat capres-cawapres. PWYP Indonesia mengusulkan agar KPU melakukan penjaringan pertanyaan kepada seluruh pemangku kepentingan yang lebih luas seperti pelaku usaha, masyarakat terdampak dan ahli terkait. Terkait dengan debat kandidat ke-2 yang bertema Energi dan Pangan, SDA dan Lingkungan hidup, Infrastruktur; PWYP Indonesia mengusulkan sejumlah isu yang hendaknya dapat dielaborasi oleh kedua paslon yaitu ketahanan energi yang meliputi akses, pemerataan, harga dan infrastruktur; tata kelola SDA meliputi perizinan, tata lahan dan hutan, hak-hak masyarakat dan isu hilirisasi; rente bisnis dan korupsi; adapatasi dan mitigasi perubahan iklim; serta diversifikasi ekonomi dan percepatan transisi energi menuju energi terbarukan.


Contact Person:
Maryati Abdullah (maryati@pwypindonesia.org)
Aryanto Nugroho (aryanto@pwypindonesia.org)


Bagikan