Salam Demokrasi
Apemindo (Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia), telah melakukan Permohonan Uji Materi Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Mineral dan Batubara (Perkara No.10/PUU-XII/2014). Pasal-pasal tersebut mengatur kewajiban pemegang IUP (Ijin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Ijin Usaha Pertambangan Khusus) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan / atau batu bara, serta wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Oleh Apemindo dipandang, pasal-pasal tersebut di atas tidak bisa diartikan sebagai larangan ekspor bahan mineral mentah, sehingga pengaturannya inkonstitusional.
Mengetahui adanya judicial review tersebut, sejumlah ormas yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Tambang (IHCS, FITRA, PWYP, P3M, KIARA), siang tadi di Mahkamah Konstitusi melakukan pendaftarana gugatan intervensi terhadap Permohonan Uji Materi Undang-Undang Minerba yang dimohonkan Apermindo, untuk menjadi pihak terkait, dengan alasan sebagai berikut :
Pertama. Undang-Undang Minerba tegas melarang ekspor mineral mentah dan tegas mewajibkan pembangunan smelter. Pertambangan adalah jenis usaha yang padat modal, berteknologi tinggi dan penuh resiko. Maka hanya perusahaan yang kuat yang dapat maju di pertambangan. Oleh karenanya tidak cukup beralasan kalau perusahaan-perusahan menolak pembangunan smelter;
Kedua. Pasal 169 Undang-Undang Minerba, mewajibkan renegosiasi pertambangan selesai setahun setelah undang-undang diundangkan, dan Pasal 170 Undang-Undang Minerba mewajibkan pemurnian dilakukan setelah 5 tahun undang-undang diundangkakan. Kini Undang-Undang Minerba telah berusia 5 tahun, seharusnya perencanaan pembangunan smelter disusun setelah setahun undang-undang diundangkakan, bukannya justru menolak setelah 5 tahun undang-undang diundangkan. Keterlambatan renegosiasi pertambangan jelas diakibatkan ketidaktegasan pemerintah;
Ketiga. Pengolahan dan pemurnian hasil penambangan, serta pembangunan pabrik smelter akan mengakibatkan penerimaan negara dari sektor tambang dan kekayaan alam yang berupa mineral dan batu bara bisa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Merdeka 100 %
Jakarta, 11 Maret 2014
Hormat Kami
Para Pemohon Intervensi :
1. Gunawan, Ketua IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice);
2. Yeni Sucipto, Sekjend Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran);
3. Abdul Waidl, Sekretaris P3M (Pusat Pengembangan Pesantren & Masyarakat);
4. Abdul Halim, Sekjend KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan);
5. Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP (Publish What You Pay) Indonesia
Tim Kuasa Hukum (Tim Advokasi Rakyat untuk Kedaulatan Tambang) :
Ridwan Darmawan, Benidikty Sinaga, Janses E Sihaloho, Arif Suherman, Anton Febrianto, Priadi Talman, Ecoline Situmorang, Henry David Oliver Sitorus, Dhona El Furqan, Ahmad Marthin Hadiwinata