PWYP Indonesia, Seknas FITRA, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Kiara dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Tambang pada tanggal 11 Maret 2014, secara resmi mengajukan permohonan sebagai pihak terkait kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review pasal 102 dan 103 UU Minerba oleh Apemindo.
Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Tambang menolak argumen pemohon dalam hal ini Apemindo yang menyatakan bahwa pasal 102 dan pasal 103 hanya berisi kewajiban untuk meningkatkan nilai tambah minerba melalui pengolahan dan pemurnian dan tidak terdapat kalimat adanya larangan ekspor bijih. Menurut Apemindo kewajiban pemerintah hanya mengendalikan ekspor dan produksi, bukan melarang ekspor bijih.
Dalam sidang MK dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait pada tanggal 26 Maret 2014, Koalisi Rakyat Untuk kedaulatan Tambang melalui kuasa hukumnya dalam persidangan menyatakan 1) Apemindo tidak cermat dalam memahami ketentuan yang terdapat dalam pasal yang diujikan secara mendalam. 2) Pasal 102 dan 103 UU tersebut telah memberikan kepastian hukum. Apabila Pemohon mempermasalahkan adanya ketidakpastian hukum dengan mendalilkan pada Peraturan Pemerintah No. 23/2010, Permen ESDM No. 7/2012, Permen ESDM No. 20/2013, PP No. 1/2014, dan Permen ESDM No. 1/2014, hal tersebut bukan merupakan kewenangan MK untuk menguji pertentangan peraturan-peraturan tersebut. 3) Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba sudah jelas dan tegas mengatur tentang nilai tambah dengan cara pengolahan dan pemurnian hasil tambang dalam negeri,” tegasnya.
Agenda tahapan sidang MK yang sedang berjalan saat ini adalah mendengarkan keterangan dari ahli dan saksi baik dari pihak pemohon, pemerintah maupun dari pihak terkait. Selengkapnya mengenai tahapan sidang MK dapat dilihat melalui link berikut :
- Risalah Sidang
- Resume
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Resume&id=1&kat=1&cari=10%2FPUU-XII%2F2014