Selasa, 24 Desember 2013 09:07 WIB
BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, menilai hingga saat ini masih ditemukan daerah-daerah di Aceh yang belum terbuka dan transparan dalam mempublikasikan penerimaan daerah dari sektor ekstraktif, yaitu isi bumi berupa minyak dan gas (migas) serta tambang.
“Pengelolaan sumber daya alam di Aceh ternyata selama ini tidak memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat Aceh. Informasi yang tidak pernah sampai tentang perhitungan dana hasil Migas kepada masyarakat menjadi salah satu pemicu konflik yang cukup panjang di Aceh,” kata Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani SHI.
Hal itu dikemukakan Askhalani dalam program talkshwo di Radio Serambi FM, Senin (23/12) tadi malam. Talkshow tersebut mengangkat tema “Mekanisme Transparansi Pendapatan Daerah dari Sekotor Exstraktif”.
Talkshow tersebut menghadirkan empat narasumber yaitu, Kabid Pertambangan Mineral, Batubara dan Panas Bumi Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Ir Mahdinur, M Fahriansyah SE MSi Ak dari Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA), Koodinator GeRAK Aceh, Askhalani SHI, dan Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah.
Kondisi lain di Aceh, kata Askhalani, banyaknya perusahaan tambang yang muncul paskakonflik namun tidak dibarengi dengan informasi yang cukup dalam perhitungan dan aliran pendapatan bagi pemerintah. Sehingga perlu dorongan transparansi dalam pengelolaan dana keuangan derah maupun pusat. “Kita harapkan ke depan pemerintah dapat mengeluarkan informasi tentang sektor ekstraktif di Aceh. Sehingga masyarakat dapat melihat secara transparan dana pengelolaan hasil Migas,” tutupnya.
Terkait dengan itu, GeRAK Aceh juga mengadakan pelatihan tata kelola sektor ekstraktif di Aceh, kepada unsur pemerintahan dan masyarakat. Pelatihan berlangsung tiga hari (23-25 Desember), di Wisma Permata Hati, Aceh Besar. Selain Maryati Abdullah, juga hadir sebagai pemateri dari Research and Advocacy Officer IESR, Morentalisa Hutapea, Ridaya Laodengkowe dan Dhanny Tantri.
“Pesertanya berasal dari perwakilan Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar, Pemkab Aceh Timur, Pemkab Aceh Tamiang, Pemkab Aceh Barat, Pemkab Aceh Barat Daya dan Pemkab Aceh Selatan serta masyarakat dan LSM di Aceh,” kata Project Officer Program GeRAK Aceh Hayatuddin, kepada Serambi, Senin (23/12).
Pada pelatihan itu, Kasie Pembinaan dan Pengawasan Distamben Aceh Timur, Hasdiansyah Mulyadi mengatakan, dana hasil bagi migas selama ini kembali ke daerah bukan dalam bentuk dana. “Karena saat pelaksanaan poyek masih ada pemotongan atau disunat lagi sehingga pelaksnaan proyek tidak maksimal diserap oleh daerah,” ujarnya.
Zulfan Diara dari Dinas ESDM Aceh Tengah mengatakan dana bagi hasil migas juga banyak diterima oleh jabatan struktural, bukan untuk rakyat secara umum. Sedangkan Ubairizal dari Distamben Abdya berharap Pemerintah Pusat bisa terbuka dan transparan dalam kontrak karya pertambangan. “Karena selama ini kontrak karya berada di Pemerintah Pusat,” kata Ubairizal.(sr)
Sumber : Serambi Indonesia