Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengadakan Focus Group Discussion (FGD) penyusunan desain penelitian bertema “Analisis Pengaruh Efektifitas Dana Bagi Hasil Sumber daya Alam (DBH SDA) Terhadap Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia” pada (24/6) lalu.
FGD itu menghadirkan panel ahli dan jaringan PWYP Indonesia untuk mendapatkan masukan atas desain penelitian yang dikembangkan oleh PWYP Indonesia. Penelitian ini sendiri dilatarbelakangi adanya persoalan klasik yaitu kemiskinan yang terus menjangkiti daerah kaya SDA. Kondisi tersebut lebih dikenal dengan “kutukan SDA”. Artinya, dampak SDA yang melimpah ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.
Wiko Saputra, Peneliti PWYP Indonesia dalam pemaparannya menyampaikan, penelitian ini untuk menjawab berbagai pertanyaan diantaranya apakah problem ini hampir semua terjadi di daerah kaya SDA? Seberapa efektifkah DBH SDA tersebut mempengaruhi kemiskinan di Indonesia terutama terhadap kabupaten/kota yang kaya SDA? “Bagaimana politik anggaran di pusat dan daerah berdampak terhadap penanggulangan kemiskinan? Bagaimana model – model pengelolaan DBH – SDA yang dilakukan oleh empat kabupaten yang kaya SDA berdampak terhadap kemiskinan di daerah?,” tuturnya.
Menanggapi desain penelitian PWYP Indonesia, Teguh Dartanto, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis berpendapat mengkaitkan DBH-SDA dengan Kemiskinan merupakan topik yang menarik karena dilatarbelakangi adanya fenomena “kutukan SDA” di daerah-daerah penghasil SDA. Hal ini perlu dilihat untuk mencari kebijakan yang efektif dalam memanfaatkan DBH-SDA untuk mengurangi kemiskinan.
Teguh menambahkan, analisa dampak dari DBH-SDA seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan kemiskinan tetapi juga harus dikaitkan dengan ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. “Selain itu dalam metodologi, perlu memasukkan unsur control variable selain DBH-SDA, DBH-pajak, dana bagi hasil atau dana transfer lainnya, karena kemiskinan tidak hanya dipengaruhi oleh dana bagi hasil dan dana transfer,” Kata Kepala Kajian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial UI.
Anwar Syahdat dari Direktorat Jenderal Perimbanagn Keuangan (DJPK) dalam tanggapannya mengingatkan perlunya memahami kembali konsep desentralisasi fiskal khususnya DBH SDA yang masih memiliki kelemahan, diantarnya DBH SDA yang tidak stabil dimana angkanya mengikuti tren penjualan hasil produksi dan DBH SDA yang menimbulkan ketimpangan antar daerah yang memiliki SDA dengan yang tidak memiliki SDA.
Sedangkan Sumedi Andono Mulyo dari Bappenas menyebutkan bahwa dalam penelitian ini setidaknya perlu two-step analysis karena DBH tidak langsung berkaitan dengan penurunan kemiskinan, tetapi berpengaruh terhadap kapasitas fiskal dan belanja daerah dan belanja daerah berkaitan langsung dan tidak langsung dengan angka penurunan kemiskinan.
“Dampak langsung belanja daerah terhadap penurunan kemiskinan dipengaruhi oleh kualitas belanja (quality of spending)yang meliputi struktur belanja daerah; tingkat ketepatan sasaran (well-targeted); Tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan; Tingkat daya serap atau absorsi kelompok sasaran; dan tingkat manfaat ganda (multipiler effect),” tukas Sumedi.