NUSANTARA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memberikan tanggapan mengenai badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan atau ormas sebagai penerima penawaran izin tambang. Jokowi menyebut persyaratan yang ada sangat ketat. Sejumlah kritik terus terlontar untuk peraturan itu.

”Yang diberikan itu adalah, sekali lagi, badan-badan usaha yang ada di ormas. Persyaratannya juga sangat ketat,” kata Jokowi saat berkunjung ke Ibu Kota Nusantara, Rabu (5/6/2024).

Itu adalah tanggapan Presiden Jokowi saat ditanya mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara. Dalam Pasal 83A disebutkan, wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan.

WIUPK itu, lanjut Jokowi, bisa diberikan kepada koperasi atau perusahaan yang ada di ormas. Ia menekankan, bukan ormasnya yang mendapat penawaran secara prioritas.

Presiden Joko Widodo dan rombongan meninjau area Istana Presiden di IKN, Rabu (5/6/2024).

Berdasarkan Pasal 83A Ayat (2), WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan merupakan wilayah tambang batubara yang sudah pernah beroperasi atau sudah pernah berproduksi.

Sejak 2022, pemerintah mengevaluasi izin usaha pertambangan yang diberikan kepada swasta. Hasilnya, pemerintah menemukan 2.078 izin usaha pertambangan yang dianggap tidak melaksanakan rencana kerja dengan baik. Izin usaha inilah yang bisa digarap ormas keagamaan (Kompas, 4/6/2024).

Kritik terhadap peraturan itu datang dari banyak pihak, salah satunya Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia yang terdiri atas 29 organisasi masyarakat sipil. Mereka meminta Presiden Jokowi mencabut PP Nomor 25 Tahun 2024 itu.

Koordinator Nasional PWYP Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan, pasal-pasal dalam PP Nomor 25 Tahun 2024 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Syadari (45) merumput di persawahan yang berhadapan langsung dengan tambang batubara di Desa Karang Tunggal, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (7/1/2023).

Menurut dia, Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 bertentangan dengan Pasal 75 Ayat (2) dan (3) UU Minerba. Dalam UU Minerba, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) diprioritaskan kepada badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.

Ini jelas-jelas pelanggaran terhadap UU Minerba secara terang benderang.

Selain itu, Pasal 74 Ayat (1) UU Minerba mencantumkan pemberian IUPK harus memperhatikan kepentingan daerah. Ia menekankan tidak ada satu pun pasal dalam UU Minerba yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk memprioritaskan pemberian IUPK kepada ormas.

“Ini jelas-jelas pelanggaran terhadap UU Minerba secara terang benderang,” kata Aryanto.

Aryanto menyatakan, banyak risiko dalam penerapan PP Nomor 25 Tahun 2024. Risiko itu meliputi mekanisme lelang WIUPK, risiko teknis pertambangan, risiko lingkungan, potensi konflik horizontal, risiko konflik kepentingan, hingga risiko korupsi.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Wilayah Sungai Kalimantan III, Sudaryanto, meninjau lubang tambang ilegal di kawasan konservasi Waduk Samboja di Kecamatan Samboja, Kalimantan Timur, Senin (21/10/2019).

”Ini akan menjadi preseden bagi pemerintah untuk bagi-bagi proyek (secara prioritas) kepada ormas di sektor lain, seperti infrastruktur, meskipun melanggar undang-undang,” kata Aryanto.

Koordinator Pokja 30 Kalimantan Timur Buyung Marajo mengatakan, pencabutan ribuan izin tambang seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk fokus memperbaiki tata kelola, khususnya di sektor batubara.

Salah satu anggota koalisi PWYP Indonesia itu mengatakan, berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), dari analisis citra satelit, terdapat 3.033 lubang bekas tambang di seluruh Indonesia.

Dari jumlah itu, 1.735 di antaranya adalah lubang tambang batubara yang berada di Provinsi Kaltim. Sekitar 250.000 hektar lahan di Kaltim ditetapkan sebagai lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN). Lubang-lubang itu, kata Buyung, menyerupai danau yang luasnya mencapai puluhan hektar.

Sisa galian tambang yang tak direklamasi akhirnya menjadi kolam di sekitar Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu (7/1/2023).

Namun, merujuk data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Timur, pada 2018 terdapat 539 lubang bekas tambang di seluruh wilayah Kaltim. Kebanyakan lubang bekas tambang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (264 lubang bekas tambang) dan Kota Samarinda (130 lubang bekas tambang).

Lebih baik selesaikan dulu persoalan-persoalan buruknya tata kelola pertambangan ini alih-alih menawarkan WIUPK kepada ormas keagamaan.

Jatam Kaltim mencatat, 47 nyawa warga melayang karena tewas tenggelam di bekas lubang galian tambang batubara yang tidak direklamasi. Itu terjadi pada 2011-2024.

Buyung mengatakan, banyak lubang tambang di Kaltim merupakan hasil perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), perjanjian antara pemerintah dan perusahaan dalam usaha pertambangan.

”Lebih baik selesaikan dulu persoalan-persoalan buruknya tata kelola pertambangan ini alih-alih menawarkan WIUPK kepada ormas keagamaan,” kata Buyung.

Lokasi penambangan batubara ilegal disegel oleh Satpol PP Kota Balikpapan di RT 045 Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (16/11/2021). Pemkot Balikpapan menegaskan bahwa menurut peraturan daerah tata ruang dan peraturan wali kota, tak ada wilayah yang diperuntukkan bagi penambangan di “Kota Beriman” itu.

Ia khawatir penawaran WIUPK eks PKP2B secara prioritas kepada ormas keagamaan memicu konflik di masyarakat sekitar tambang, terutama di Kaltim. Beberapa masyarakat adat, lanjut Buyung, rentan terdampak aktivitas pertambangan batubara.

”Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah, bukan sekadar bagi-bagi konsesi saja,” kata Buyung.

Sumber: Kompas


Bagikan