Minggu, 01 Juni 2014 , 17:30:49 WIB
DUA pasang Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) siap bertarung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) di Tanah Air pada 9 Juli 2014 mendatang. Mereka dituntut transparan terkait harta kekayaan yang dimilikinya.
Namun dua pasangan Capres dan Cawapres yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla serta Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinilai tidak cukup memenuhi peryaratan penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) semata terkait aspek transparan itu. Namun juga perlu membeberkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Pajak mereka kepada publik.
”Tidak sekadar LHKPN karena (LHKPN) tidak cukup transparan,” ujar Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah dalam diskusi menyoal Gerakan Membuka SPT Pajak Capres Cawapres di Jakarta, Minggu (1/6).
Maryati menjelaskan, atas nama Forum Pajak Berkeadilan, pihaknya memandang LHKPN yang sudah diserahkan dua pasang Capres dan Cawapres ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mampu memenuhi unsur transparansi.
”LHKPN hanya kewajiban melapor ketika pertama kali menjabat, promosi dan pensiun,” terang dia.
Akan tetapi tidak menggambarkan soal pembayaran pajak. Padahal dibanding LHKPN, SPT Pajak berkelanjutan setiap tahunnya.
”SPT bisa disampaikan setiap tahun dan bisa verifikasi untuk LHKPN,” kata Maryati lagi.
Untuk itu sudah selayaknya pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa membeberkan SPT Pajak. Mengingat sambung Maryati, masyarakat harus bisa mengetahui secara jelas tingkat kepatuhan kedua pasangan Capres dan Cawapres dalam membayar pajak. Terlebih tambah Maryati dengan SPT Pajak, publik bisa tahu tingkat pertumbuhan kekayaan masing-masing calon.
”Saya kira kita semua tahu,untuk pastikan pasangan tidak korupsi dan pencucian uang, maka tingkat kekayaan pasangan/pejabat sangat penting bagi publik, lihat pertumbuhan kekayaannya wajar atau tidak dan disebut berkeadilan lantaran jika pasangan bayar pajak sesuai harta kekayaan yang dimiliki,” tandas Maryati.
Sumber : Jurnas