SENIN, 02 JUNI 2014 | 03:17 WIB

TEMPO.CO , Jakarta- Forum Pajak Berkeadilan mendorong pasangan calon presiden dan calon wakil presiden membuka Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak mereka. Peneliti dari Perkumpulan Prakarsa yang juga anggota Forum Pajak, Maftuchan, menilai pembukaan SPT adalah bukti dari inisiatif moral untuk mendukung transparansi tata kelola perpajakan.

“Karena kami perlu pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap perbaikan sektor pajak,” kata Maftuh, saat diskusi di Cikini, Ahad, 1 Juni 2014. “Juga bisa menjadi pendidikan moral untuk mendorong warga negara secara aktif membayar pajak.” (Baca juga: Genjot Penerimaan Pajak, Capres Harus Serius).

Menurut dia, seorang capres atau cawapres yang rela membuka SPT miliknya merupakan calon pemimpin yang paham akan fungsi pajak. Dari situ, kata Maftuh, bisa terlihat apakah calon pemimpin itu jujur dan bersih serta tidak mengemplang pajak.

“Apalagi kan saat ini banyak capres dan cawapres yang latar belakangnya sebagai pengusaha,” ujarnya. “Dari situ kami bisa lihat mana yang pajaknya dibayarkan sesuai dengan harta kekayaan atau malah mengemplang pajak.”

Maftuh mengakui dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 34, pembayaran pajak dari wajib pajak merupakan data rahasia dan tidak bisa dibuka begitu saja. “Tapi yang dibutuhkan adalah itikad moral dari calon pemimpin ini untuk membuka SPT, supaya warga negara patuh membayar pajak.”

Anggota Forum Pajak lainnya, Maryati Abdullah yang juga Koordinator Publish What Your Pay Indonesia mengatakan laporan harta kekayaan capres dan cawapres juga harus dibarengi dengan SPT. “Tanpa SPT mana kita tahu dia bayar pajaknya sesuai ketentuan atau malah hanya sedikit,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Maryati juga menyinggung gagasan Revolusi Mental yang diusung calon presiden Joko Widodo. Menurut dia, salah satu realisasi gagasan itu adalah Revolusi Mental dalam perpajakan. “Yaitu dengan cara membuka SPT dan tunjukan bahwa selama ini bayar pajaknya sesuai,” ujarnya.

REZA ADITYA

Sumber : Tempo