Tim dari Seknas PWYP Indonesia (Meliana, Maryati) pada 19 Maret 2014 lalu melakukan kunjungan lapangan ke penambang emas tradisional di daerah Sekotong, pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kunjungan bersama tim peneliti inisiatif “Reversing the Resources Curse” yang juga berasal dari wilayah Amerika Latin, Afrika dan Amerika ini menyaksikan proses penambangan oleh warga di pekarangan rumah mereka sendiri maupun skala kecil menengah secara berkelompok. Diawali dengan pengerukan batuan dari lubang galian, penghancuran batuan, penggilingan, pendulangan hingga proses pemisahan bijih emas yang dicari, penambangan tersebut ternyata tidak mengantongi ijin dari Pemerintah setempat.

Johan (bukan nama sebenarnya), saat ditanya mengenai alasan membuat lubang galian di belakang rumahnya mengatakan “Saya dapat ide ini berdasarkan penerawangan orang ‘pintar’ dari Jawa Barat mbak, kami gali terus sampe-sampe luas terowongannya sudah melewati pekarangan rumah”. “jadi terowongan di bawah permukaan rumah ini lebih luas dari pekarangan rumah kami mbak” imbuh Johan.

Rata-rata penambang yang juga melibatkan anggota keluarga perempuannya di sana terlihat menggunakan mercury dalam proses pemisahan materialnya. Meski pernah sekali mendapat penyuluhan dari Dinas Kesehatan setempat, namun Johan terus melanjutkan penggunaannya, “karena kami selalu cuci tangan pake sabun setiap selesai kerja mbak” imbuh Johan tanpa merasa bersalah. “Kalo pas beruntung, kami bisa dapat puluhan juta per orang, tapi kalo tidak ya tidak dapat apa-apa, dan seringnya dapat yang kecil-kecil sekitar 700 ribu-an per orang” imbuh Johan. Bersama kunjungan ini juga terdapat tim dari Indonesia lainnya seperti Prakarsa, Peneliti RCC UI dan Surya University serta Program Officer Ford Foundation dari berbagai kantor di Jakarta, Amerika Latin, Afrika, dan Amerika.