Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas

Kerangka hukum kebijakan hulu migas didasarkan atas Undang-Undang Migas (UU No.22 Tahun 2001); Peraturan Pemerintah RI No.35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas serta perubahannya pada PP nomor 24 Tahun 2005; Peraturan Pemerintah Nomor.42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas; Peraturan Menteri ESDM; serta Peraturan BPMIGAS. Kegiatan hulu migas dilaksanakan oleh BU atau BUT berdasarkan penandatangan KKS yang ditandatangani oleh BPMIGAS dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) atau biasa disingkat dengan kontraktor.

Kegiatan Usaha Hulu Migas terdiri atas kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang telah ditentukan; sedangkan Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dalam Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan menyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya 5.

Tahapan kegiatan hulu migas

Tahapan kegiatan ekstrakif (hulu) migas meliputi:

  1. Survey Umum
    Untuk menunjang penyiapan WIlayah Kerja (WK) migas, dilakukan survey umum yang dilaksanakan oleh atau dengan izin pemerintah (Cq. menteri ESDM). Survey umum dilakukan pada wilayah terbuka di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia atau dapat juga melintasi WK setelah terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan BPMIGAS. Kegiatan survey umum antara lain melipu. survey geologi, survey geofisika, dan survey geokimia 6. Untuk melaksanakan survey, menteri ESDM dapat memberi ijin kepada Badan Usaha sebagai pelaksana survey atas biaya dan resiko BU yang bersangkutan. Sebelum melaksanakan survey, BU wajib menyampaikan jadwal dan prosedur pelaksanaan Survey Umum kepada Menteri terlebih dahulu 7. BU yang melakukan survey umum dapat menyimpan dan memanfaatkan data hasil survey umum sampai dengan berakhirnya izin 8.
  2. Penawaran Wilayah Kerja (WK)
    Mekanisme penawaran wilayah kerja (WK) atau Blok Migas diatur melalui Peraturan Menteri ESDM (PerMen) yang dikeluarkan secara priodik. Penawaran WK oleh menteri ESDM (Cq.Ditjen Migas) dilakukan melalui proses lelang reguler atau proses penawaran langsung atas blok yang tersedia. Proses lelang reguler melalui tahapan: Kementerian ESDM (Cq.Ditjen migas) melakukan kajian term & condition, konsultasi dengan pemerintah daerah (provinsi) 9 , penetapan WK dan term & condition KKS oleh Menteri ESDM, Pengumuman penawaran WK, mengadakan forum klarifikasi, penerimaan dokumen penawaran (bid participation), evaluasi dokumen penawaran, dan penentuan pemenang lelang. Sedangkan penawaran langsung atas blok yang tersedian dilakukan melalui: pembuatan proposal permohonan; presentasi teknis dan keekonomian; pengumuman WK; forum klarifikasi, penerimaan dokumen penawaran (bid participation), evaluasi dokumen penawaran, dan penentuan pemenang lelang.
  3. Penandatanganan KKS
    Setelah mendapat persetujuan dari Menteri ESDM,KKS ditandatangani oleh BPMIGAS dan kontraktor. Setiap KKS yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada DPR RI 10. KKS paling sedikit memuat persyaratan 11:

    1. Kepemilikan sumberdaya migas tetap di tangan pemerintah sampai titik penyerahan
    2. Pengendalian manajemen atas operasi yang dilaksanakan oleh kontraktor berada pada badan pelaksana
    3. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung oleh kontraktor
      KKS wajib memuat paling sedikit 17 ketentuan-ketentuan pokok, yaitu 12:

      1. Penerimaan negara;
      2. Wilayah kerja dan pengembaliannya;
      3. Kewajiban pengeluaran dana;
      4. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas migas;
      5. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;
      6. Penyelesaian perselisihan;
      7. Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri;
      8. Berakhirnya kontrak;
      9. Kewajiban pasca operasi pertambangan
      10. Keselamatan dan kesehatan kerja
      11. Pengelolaan lingkungan hidup
      12. Pengalihan hak dan kewajiban
      13. Pelaporan yang diperlukan
      14. Rencana pengembangan lapangan
      15. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri
      16. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat
      17. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja indonesia

      Jangka waktu pelaksanaan KKS maksimal 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang hingga maksimal 20 (dua puluh) tahun 13 . Jangka waktu KKS terdiri atas jangka waktu eksplorasi selama 6 (enam) tahun dan dapat diperpanjang satu kali maksimal 4 tahun. Perpanjangan eksplorasi dapat diajukan setelah kontraktor memenuhi kewajiban minimum menurut KKS. Apabila dalam jangka waktu eksplorasi tersebut belum menghasilkan migas, maka kontraktor wajib mengembalikan seluruh WK tersebut. BU atau BUT wajib mengembalikan sebagian WKnya secara bertahap atau seluruhnya kepada Menteri 14 .

      Perpanjangan KKS
      Kontraktor boleh mengajukan permohonan perpanjangan KKS kepada Menteri ESDM, maksimal 10 tahun sebelum KKS berakhir. Prosedur perpanjangannya dengan cara kontraktor mengajukan permohonan perpanjangan KKS kepada Menteri ESDM, kemudian Kementerian ESDM (cq. Ditjen Migas) melakukan evaluasi evaluasi teknis dan keekonomian, melakukan kajian term & condi.on, kemudian mengeluarkan laporan dan persetujuan Menteri ESDM untuk melakukan negosiasi. Setelah itu berlangsunglah negosiasi term and condi.on antara pemerintah dengan kontraktor, jika belum tercapai kesepakatan maka proses kembali ke awal, jika tercapai kesepakatan maka melangkah pada pembahasan KKS yang akhirnya menginisiasi lahirnya KKS baru.

  4. Kegiatan Eksplorasi & Eksploitasi
    Setelah KKS (PSC) ditandatangani, maka dimulailah kegiatan eksplorasi dan eksploitasi oleh operator dari sebuah WK/ Blok Migas. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, operator berhubungan langsung dengan BPMIGAS.Dokumen teknis pengembangan lapangan (kegiatan eksplorasi-eksploitasi) migas
    Dokumen teknis yang terkait dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang harus dibuat oleh kontraktor untuk mendapat persetujuan dari pemerintah (Cq. Menteri ESDM/BPMIGAS) adalah:

    1. Rencana pengembangan lapangan (Plan of Development/ POD)
      POD merupakan rencana pengembangan satu atau lebih lapangan migas secara terpadu (integrated) untuk mengembangkan/memperoduksi cadangan hidrocarbon secara op.mal dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis, dan HSE (health safety and environment). Jenis POD terdiri atas POD I, POD II dst, dan POP (put on production). POD I wajib mendapat persetujuan Menteri ESDM berdasarkan per.mbangan BPMIGAs setelah berkonsultasi dengan pemda provinsi yang bersangkutan 15 . Jika dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah POD I disetujuai kontraktor .dak melaksanakan kegiatannya, maka kontraktor wajib mengembalikan seluruh WKnya kepada Menteri . Sedangkan POP bertujuan untuk memproduksikan lapangan yang memiliki cadangan rela.f kecil, menggunakan fasilitas produksi di sekitar dengan cara ‘lie in’ ke existing facilities.
      Proposal POD disampaikan kontraktor kepada BPMIGAS berdasarkan kondisi aktual dan persetujuan oleh kepala BPMIGAS. Masalaku (validitas) POD adalah 2 (dua) tahun sejak persetujuan dikeluarkan. Perubahan ruang lingkup kerja (scope of work) atau keterlambatan pelaksanaan POD tanpa pemberitahuan persetujuan dianggap batal (expired).
      Isi POD terdiri atas: (1) Executive summary: ringkasan dari rencana pengembangan lapangan yang melipu. informasi teknis, keekonomian, dan HSE; (2) Geological finding: menjelaskan penemuan geologi migas hingga data geologi terakhir berdasarkan log.analisa cueng dan digunakan untuk merevisi peta geologi; (3) Explora.on Incen.ves: bertujuan untuk memberikan ; (4) Reservoar Descrip.on; (5)Secrec/EOR Incen.ves; (6) Field Development Scenarios; (7) Drilling Result; (8) Field Development Facilities; (9) Project Schedule; (10) Produc.on Result; (11) HSE & Community Development; (12) Abandonment; (13) Project Economic; dan (14) Conclusion.
    2. Work Program & Budget (WP&B)
      WP&B merupakan usulan rincian rencana kegiatan dan anggaran tahunan dengan memper.mbangkan tentang kondisi, komitmen, efek.fitas dan efisiensi pengoperasian KPS/JOB/KKS di suatu Wilayah Kerja. WP&B melipu. kegiatan eksplorasi (survey seismik & geologi, pemboran dan studi G&G, lead & prospect, explora.on commitment); kegiatan produksi dan usaha menjaga kesinambungannya (POD, pemboran sisipan, operasi produksi dan kerja ulang, mempertahankan produksi, proyek EOR (Sec.recovery & ter.ary recovery); serta biaya- biaya untuk program tersebut (kegiatan eksplorasi, pemboran development & fasilitas produksi, produksi & operasi, administrasi umum, administrasi eskplorasi & biaya overhead). Di dalam WP&B juga disebutkan bagi hasil (en.tlement share) yang mencantumkan gross revenue, harga minyak dan gas, cost recovery, governement share dan contractor share; unit cost (US$/Bbl) yang terdiri atas direct produc.on cost, total produc.on cost dan cost recovery; serta status unrecovered cost.
    3. Authorization financial Expenditure (AFE)
      AFE merupakan persetujuan pembelanjaan triwulanan kontraktor oleh BPMIGAS. AFE didasarkan atas perencanaan belanja yang ada di WP&B. AFE merupakan salah satu alat kontrol BPMIGAS terhadap pengeluaran belanja kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilaksanakan oleh kontraktor.

    Tahapan pengambangan lapangan migas
    Tahapan pengembangan lapangan migas terdiri atas:

    1. Tahap Prakonstruksi
      Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi: pembebasan lahan pada lokasi-lokasi kegiatan seper. sumur, kompleks CPF (Central processing facility), fasilitas tepi pantai, jalur pipa untuk hak lintas pipa (right of way/ROW) dan lokasi-lokasi lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan POD; pengurusan ijin kepada Pemda setempat untuk pembangunan pipa dan sebagainya; koordinasi dengan instansi terkait (baik pemerintah pusat misalnya kementerian kehutanan, perhutani, dan pemerintah daerah setempat); serta kegiatan koordinasi dan sosialisasi dengan masyarakat sekitar mengenai persiapan pengembangan lapangan migas. Termasuk kegiatan pada fase ini adalah berkoordinasi mengenai rencana tata ruang dan wilayah setempat (RT/RW) serta melakukan analisis menganai dampak lingkungan (AMDAL).
    2. Tahap konstruksi dan Pengeboran
      Aktifitas yang dilakukan pada tahap ini antara lain: persiapan lahan, mobilisasi peralatan dan material (bahan- bahan kimia yang diperlukan), pemboran sumur, pembangunan CPF, pembangunan bandar udara khusus, penambatan kapal tampung dan bongkar muat minyak/FSO (floating Storage and offloading), pembangunan fasilitas tepi pantai, dan pemasangan pipa penyaluran minyak. Pada tahap ini, kegiatan CSR perusahaan juga telah berlangsung sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan kepada masyarakat sekitar.
    3. Tahap Operasi produksi
      Aktifitas yang dilakukan pada tahap ini antara lain: pemrosesan minyak di CPF, penginjeksian air dan gas ke sumur injeksi, operasional bandar udara khusus, penyaluran minyak, operasional FSO, pemeliharaan sumur, pembersihan tangki .mbun minyak mentah. Pada tahapan ini minyak telah berproduksi secara komersial, dimana hasil penjualan minyak (lijing) telah diperhitungkan sebagai penerimaan negara sesuai dengan skema bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor sebagaimana tercantum di dalam PSC. Termasuk pada tahapan ini, terdapat skema penggan.an biaya operasi yang dikeluarkan oleh kontraktor (cost recovery), dan terdapat skema alokasi dana untuk penutupan tambang (abandonmen and site restoration/ASR) yang disetorkan kontraktor ke rekening ASR milik pemerintah yang ditempatkan di bank nasional.

    Pasca tambang
    Aktifitas yang dilakukan pada tahap ini antara lain: Penglepasan tenaga kerja, pembongkaran fasilitas utama dan demobilisasi, penanganan bahan kimia bekas, dan rehabilitasi lahan bekas kegiatan. Kegiatan pemindahan/ demobilisasi, pembersihan dan rehabilitasi lahan (abandonment and site restora2on/ASR) dalam fase ini menggunakan dana ASR yang telah disetorkan oleh kontraktor kepada pemerintah sejak tahun pertama blok migas tersebut berproduksi. Besarnya jumlah dana ASR yang harus disetorkan oleh kontraktor pada .ap WK berbeda- beda sesuai dengan penilaian dan kajian yang ditentukan oleh .m yang dibentuk oleh BPMIGAS. Mekanisme penggunaan dana ASR tersebut juga ditentukan oleh ketentuan teknis BPMIGAS.

Footnote

  • 5 Pasal 1 angka 8 dan angka 9, UU No.22/2001 tentang Migas
  • 6 PP No.35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, pasal 11
  • 7 Ibid, Pasal 13
  • 8 Ibid, Pasal 14,
  • 9 Konsultasi dengan Pemerintah Daerah dilakukan untuk memberi penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensial mengandung sumber daya migas menjadi WK. Pelaksanaan konsultasi dengan Pemerintah Daerah dilakukan dengan Gubernur yang memimpin penyelenggaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan Undang- Undang tentang Pemerintah Daerah (penjelasan pasal 12, UU 22/2001 tentang Migas)
  • 10 UU No.22/2001 tentang Migas, Pasal 11 ayat (2)
  • 11 UU No.22/2001 tentang migas, Pasal 6 ayat (2)
  • 12 ibid, pasal 11 ayat (3)
  • 13 UU No.22/2001 tentang Migas, pasal 14
  • 14 UU No.22/2001 tentang Migas, pasal 16
  • 15 ibid, pasal 21